Firman Soebagyo Dorong Pengelolaan Hutan Berorientasi Pelestarian Ekologis

Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Golkar, Firman Soebagyo mendorong pengelolaan hutan harus lah berorientasi pada pelestarian ekologi. Hal ini ditekankan olehnya, karena dirinya melihat pengelolaan hutan saat ini lebih merujuk pada nilai finansial belaka.

Ia pun menilai BUMN seperti Perhutani seharusnya lebih mengedepankan fungsi ekologis dan ekosistem hutan daripada sekadar mengejar profit, karena nilai ekologis hutan jauh lebih besar daripada keuntungan finansial.

“Di Jawa, hutan kita sekarang ini harus mengedepankan kepada ekologi dan ekosistem, bukan Perhutani itu BUMN tidak ditargetkan hanya mencari keuntungan semata. Karena keuntungan terhadap masalah ekologi dan ekosistem jauh lebih besar daripada keuntungan finansial,” kata Firman dalam keterangannya, ditulis Senin (19/5/2025).

Ia pun mengkritisi kebijakan yang mewajibkan BUMN menyetor margin profit setiap tahun, yang dianggapnya tidak realistis untuk perusahaan seperti Perhutani yang fokus pada pengelolaan hutan jati. Ia menekankan bahwa pengelolaan hutan tidak bisa semata-mata dikomersialisasi, melainkan harus mengedepankan konservasi.

“Kalau seperti itu, maka tidak mungkin Perhutani mampu. Karena apa? Perhutani hanya mengelola hutan yang tanamannya hanya satu jenis yaitu jati,” ujarnya.

Selain itu, Firman juga menyoroti potensi kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian, yang ia sebut sebagai kebijakan keliru dalam reforma agraria.

Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo | Foto: Istimewa
“Kalau seandainya ada satu inovasi pengembangan, harus ditanam tanaman yang tegakkan, bukan dialihfungsikan menjadi pertanian seperti kebijakan yang kemarin berlaku. Ini yang akan menghancurkan ekologi dan ekosistem kita,” ujarnya lagi.

Alih-alih membagi lahan hutan untuk kepentingan pertanian, ia meminta pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian yang eksisting.

“Itu salah besar! Untuk kepentingan pertanian, yang paling penting itu adalah bagaimana mempertahankan lahan pertanian yang eksisting. Bukan untuk merusak hutan, kemudian dialihfungsikan menjadi lahan pertanian,” kata Firman dengan tegas.

Ia juga mempertanyakan penggunaan dana reboisasi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak dikembalikan untuk pemulihan hutan.

Firman menyinggung anggaran Kementerian Kehutanan yang lebih kecil dari PNBP yang dikumpulkan, serta dana reklamasi tambang yang tidak jelas penggunaannya.

“Dana reboisasi kan berapa puluh triliun, kemana larinya? Ke APBN, untuk apa? Seharusnya digunakan untuk menanam kembali pohon tegakan, seperti yang dilakukan pada era Presiden Soeharto. Pemerintah harus memperbaiki tata kelola hutan secara berkelanjutan, dengan fokus pada pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem daripada semata-mata mengejar profit finansial,” pungkasnya.(Sumber)