Mukhtarudin Dorong Akselerasi Industri Penyimpanan Karbon di Indonesia

Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin terus mendorong pemerintah untuk mempercepat pengembangan industri penyimpanan karbon, khususnya melalui teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS.

“Percepatan ini sebagai bagian dari strategi nasional menuju ekonomi hijau dan pencapaian target netralitas karbon,” tutur Mukhtarudin, Minggu 25 Mei 2025.

Sekretaris Fraksi Golkar DPR ini bilang bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat penyimpanan karbon di Asia Tenggara, dengan kapasitas penyimpanan hingga 572,77 gigaton untuk saline aquifer (akuifer yang airnya asin) dan 4,85 gigaton di depleted reservoir (akuifer yang airnya habis).

“Kami mendorong Kementerian ESDM dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengoptimalkan regulasi dan investasi di sektor ini,” beber Mukhtarudin.

Menurut Mukhtarudin, CCS bukan hanya solusi lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi yang dapat menciptakan ratusan ribu lapangan kerja di tanah air.

Politisi Dapil Kalteng ini juga menyoroti urgensi transisi energi dari ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, yang menyumbang 67% sistem kelistrikan nasional.

“Ketergantungan pada batu bara berdampak buruk pada kualitas udara. Teknologi CCS dapat menjadi jembatan menuju energi bersih sambil mempertahankan stabilitas ekonomi,” imbuh Mukhtarudin.

Selain itu, Mukhtarudin mendorong kolaborasi internasional, seperti yang dibahas dalam pertemuan dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI) pada Mei 2025, untuk mempercepat transfer teknologi dan pendanaan.

“Kami tentu berharap Indonesia menjadi hub CCS di kawasan Asia-Pasifik, dengan potensi menyimpan emisi dari negara tetangga,”

Namun, Mukhtarudin mengaku tantangan tetap ada, di mana biaya operasional CCS yang tinggi dan kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat memperpanjang umur industri bahan bakar fosil menjadi perhatian.

Untuk itu, Komisi XII DPR menegaskan perlunya pendekatan seimbang, dengan tetap memprioritaskan energi terbarukan dan perlindungan ekosistem, seperti hutan dan lahan gambut, sebagai solusi jangka panjang.

“Dengan regulasi yang tepat dan komitmen bersama, industri penyimpanan karbon dapat menjadi tonggak baru bagi Indonesia dalam mencapai target net-zero emission sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi hijau,” pungkas Mukhtarudin.

Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) minyak dan gas (migas), baik di dalam maupun luar negeri untuk bergabung dalam industri penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS).

“Saat ini dunia selalu berpikir sekarang tentang membangun industrialisasi dengan pendekatan green energy dan green industry. Salah satu diantaranya untuk mewujudkannya adalah bagaimana menangkap carbon capture-nya, CO2-nya,” kata Bahlil pada acara Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) ke-49 Tahun 2025 di ICE BSD Tangerang. (Sumber)