Kejaksaan Agung (Kejagung) ikut mengusut dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang sempat ramai beberapa tahun lalu. Bahkan pengusutan sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
Persoalan ini tak luput dari banyak kritik karena anggaran jumbo yang tak sesuai tujuannya. Sebab, laptop yang dibeli pemerintah dinilai kurang mumpuni, mulai prosesor dual core, memori internal 32 GB, hingga pemakaian Chrome OS.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan dinaikkannya kasus setelah penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam pengadaan proyek laptop tersebut.
“Meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbud Ristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” jelas Harli kepada awak media, Senin (26/5).
Duduk perkara kasus ini berawal dari Kemendikbud Ristek pada 2020 menyusun rencana untuk pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan Pendidikan Tingkat Dasar, Menengah dan Atas yang ditujukan untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Berdasarkan pengalaman pengadaan 1.000 unit laptop Chromebook oleh Pustekom Kemendikbud Ristek sebelumnya pada 2018–2019 telah ditemukan berbagai kendala. Di antaranya, Chromebook hanya dapat efektif digunakan apabila terdapat jaringan internet.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah,” ungkap Harli.
Padahal, Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama (Buku Putih) merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System (OS) Windows.
Namun, Kemendikbud Ristek saat itu mengganti kajian pertama tersebut dengan kajian baru menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook. Diduga. penggantian spesifikasi bukan atas kebutuhan yang sebenarnya.
“Sehingga diduga ada persekongkolan di situ, karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba. Sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat,” ujarnya.
Berdasarkan uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan dugaan permufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis untuk memakai Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang atau jasa.
Semua itu dilakukan demi mencari keuntungan dari proyek pengadaan bantuan TIK bagi satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2020–2022 sebesar Rp 3.582.607.852.000 dan untuk DAK Rp 6.399.877.689.000 sehingga jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp 9.982.485.541.000. (Sumber)