Pabrik Skincare Abal-abal di Bekasi Bikin Masker Dari Tepung Tapioka, Belajar Dari YouTube

Polres Metro Bekasi berhasil mengungkap praktik ilegal pemalsuan produk skincare bermerek dagang “GlowGlowing” yang diproduksi di sebuah rumah kawasan Perumahan Pondok Ungu Permai, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Pabrik rumahan yang beroperasi sejak 2023 tersebut diketahui mampu meraup omzet hingga Rp. 1,2 miliar atau sekitar Rp. 50 juta per bulan. Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Mustofa, dalam keterangannya kepada wartawan menyebutkan bahwa produk-produk palsu tersebut dipasarkan secara daring melalui berbagai platform e-commerce ternama, seperti Shopee dan Lazada.

Harganya yang jauh lebih murah dibandingkan produk asli, yakni hanya sekitar Rp. 50 ribu hingga Rp. 150 ribu per paket, dibandingkan Rp. 150 ribu hingga Rp. 300 ribu menjadi daya tarik utama bagi konsumen. Namun di balik harga miring itu, tersembunyi praktik curang yang membahayakan kesehatan masyarakat.

Dalam penggerebekan tersebut, polisi menangkap delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni SP selaku pemilik usaha dan tujuh karyawannya yang masing-masing berinisial ES, DI, IG, S, AS, UH, dan RP. Mereka memproduksi skincare secara ilegal dengan mencampurkan bahan-bahan yang dibeli dari toko daring, tanpa pengawasan atau izin dari otoritas berwenang, termasuk dari pemilik merek asli.

Yang mengejutkan, salah satu bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk skincare palsu itu adalah tepung tapioka, di samping sejumlah bahan tidak jelas lainnya. “Ada tepung tapioka dan bahan enggak jelas lainnya buat memalsukan produk skincare-nya,” ungkap Kombes Pol Mustofa saat dikonfirmasi dari Jakarta Selasa (26/05).

Gawatnya dari pengungkapan kasus ini berdasar keterangan polisi, SP tidak memiliki latar belakang di bidang kosmetik. Ia hanya mengandalkan informasi dari video-video YouTube untuk meracik produknya secara asal-asalan. “Enggak ada ilmunya, dia lihat YouTube saja, asal-asal campur saja,” ujar Mustofa.

SP sebelumnya hanya dikenal sebagai penjual online dan menjalankan bisnis ini secara pribadi, termasuk mengelola rekening dan distribusi penjualan. Sementara itu, para karyawannya hanya bertugas membungkus produk dengan bayaran bulanan yang sangat rendah, yakni sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta.

Hasil penyidikan juga mengungkap bahwa seluruh bahan baku, botol kemasan, serta label merk dibeli secara daring tanpa seizin pemilik resmi. Produk palsu itu kemudian dikemas dan dipasarkan sebagai produk asli. “Mereka adalah orang-orang yang memang memasarkan kosmetik tanpa memenuhi standar dan memakai merek yang sudah laku agar cepat diminati,” ungkap Mustofa.

Tak hanya melanggar hukum, produk palsu tersebut juga telah menyebabkan keluhan dari sejumlah konsumen. Beberapa pengguna melaporkan mengalami reaksi negatif seperti panas dan beruntusan pada wajah setelah menggunakan produk tersebut.

“Komplain tersebut dikarenakan setelah menggunakan skincare merek tersebut wajah customer terasa panas dan beruntusan,” tambah Mustofa.

Dari lokasi penggerebekan, polisi menyita ribuan produk palsu siap edar, di antaranya 1.020 botol pencuci wajah, 1.022 toner, 1.015 serum, 1.035 krim siang, 1.035 krim malam, 1.030 whitening gel, 20 jerigen bahan baku, dua dus bahan baku krim pemutih, serta sejumlah alat produksi lainnya.

Para tersangka kini ditahan di Rutan Polres Metro Bekasi dan dijerat dengan Pasal 435 dan/atau Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dan Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman yang mereka hadapi adalah maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih produk perawatan kulit. Kepolisian mengimbau konsumen agar selalu memeriksa izin edar dari BPOM, mengecek keaslian merek, serta membeli hanya dari distributor atau toko resmi guna menghindari risiko kesehatan yang serius akibat produk palsu.