Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo menyoroti temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait pemborosan belanja subsidi pupuk sebesar Rp2,92 triliun sepanjang 2020 hingga 2022.
Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024 yang dipublikasikan Rabu (28/5/2025). Meski belum menerima dokumen rinci terkait hasil audit tersebut, Firman menilai, temuan itu layak menjadi perhatian serius.
“Namun ini memang harus menjadi perhatian. Karena pupuk organik, pupuk subsidi itu, menurut hemat saya dan pendapat saya, harus dibatasi. Tidak bisa dibuka lepas,,ada singkong, ada jenis lain, segala tanaman mendapatkan pupuk subsidi,” kata Firman saat dihubungi Inilah.com, Kamis (29/5/2025).
Ia menilai, selama ini, kebijakan subsidi pupuk terlampau longgar dan membuka celah penyimpangan. Akibatnya, pupuk subsidi kerap disalahgunakan, termasuk dijual kembali atau dioplos menjadi pupuk non-subsidi demi meraup keuntungan lebih besar.
“Harusnya ada kriteria untuk jenis tanaman tertentu. Karena kalau itu dibuka, maka, mohon maaf ya, sangat rentan dengan masalah korupsi. Karena bisa disalahgunakan, kemudian dijual, kemudian dioplos menjadi pupuk non-subsidi. Harganya tentu lebih mahal,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Firman mengungkap, pemborosan subsidi pupuk bukan hal baru. Menurutnya, sejak bertahun-tahun, subsidi diberikan tanpa seleksi terhadap jenis tanaman. Hampir semua tanaman kini bisa menebus pupuk subsidi.
“Kalau yang disubsidi, itu memang dari tahun ke tahun terjadi pemborosan. Karena sekarang ini hampir semua jenis tanaman diberikan kesempatan untuk menebus pupuk subsidi. Ini yang memang menjadi masalah. Tidak mungkin postur APBN itu mampu memberikan subsidi kepada semua jenis tanaman,” katanya.
Firman membandingkan dengan era Orde Baru di mana kebijakan subsidi pupuk jauh lebih terkontrol. “Perbedaannya di era Pak Soeharto dulu, pupuk itu tidak ada subsidi, tetapi murah. Subsidi diberikan dalam bentuk produksi, tidak ada pupuk subsidi. Oleh karena itu, jenisnya juga terbatas,” ucapnya.
Saat menjabat Ketua Komisi IV DPR pada 2009, Firman mengaku pernah menyarankan pembatasan subsidi, hanya untuk empat jenis tanaman. Namun dalam praktiknya, kebijakan subsidi kemudian melebar menjadi komoditas politik.
“Setelah itu menjadi isu politik. Jadi komoditas politik, sehingga pupuk itu subsidi untuk semua jenis dibuka. Itu yang menimbulkan masalah. Karena hampir semua jenis tanaman itu aneka ragamnya banyak, mulai dari hortikultura, dari sayur-mayur, itu seperti kangkung, bayam, itu kan membutuhkan pupuk urea yang banyak,” jelasnya.
Dalam temuan itu, BPK melihat ada sesuatu yang ganjil. Misalnya, kebijakan alokasi produksi pupuk bersubsidi. malah diserahkan ke produsen dengan biaya produksi termahal. Sedangkan produsen dengan biaya produksi terendah malah diprioritaskan untuk produksi pupuk nonsubsidi.
BPK juga membeberkan, hasil perbandingan antara alokasi pada kontrak dengan rata-rata tertimbang kapasitas operasional menunjukkan bahwa pembagian alokasi produksi pupuk bersubsidi belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi masing-masing produsen pupuk.
Selanjutnya, auditor pelat merah itu, merekomendasikan Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia yang jelas-jelas tidak cermat, melanggar tata kelola yang sehat, dan kurang mempertimbangkan efisiensi dalam penetapan alokasi pupuk bersubsidi kepada anak perusahaan.
Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab? Asal tahu saja, posisi dirut Pupuk Indonesia sepanjang 2020-2022 dijabat Achmad Bakir Pasaman. Sejak Juli 2023, digantikan Rahmat Pribadi. Sedangkan, direktur pemasaran pada periode itu dijabat Gusrizal yang kemudian naik pangkat menjadi wakil dirut.
Menanggapi kabar tak sedap itu, Vice President Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia (Persero), Cindy Sistyarani menyatakan, perseroan siap menjalankan rekomendasi BPK.
“Sebagai BUMN yang patuh pada aturan keuangan negara, kami akan melaksanakan rekomendasi BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024,” kata Cindy dalam keterangan tertulisnya kepada Inilah.com, Rabu (28/5/2025).
Selama ini, kata Cindy, Pupuk Indonesia sudah menjalankan langkah-langkah transformasi untuk meningkatkan efisiensi dan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Pihaknya juga telah melakukan digitalisasi, revitalisasi pabrik, dan modernisasi fasilitas produksi untuk memastikan keberlanjutan pabrik.
“Ke depan, Pupuk Indonesia akan semakin mengakselerasi transformasi dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan perusahaan menjunjung tinggi prinsip efisiensi dan efektivitas,” ucap Cindy.(Sumber)