Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menekankan, pihaknya mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang saat ini tengah mengusut dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di era Nadiem Makarim menjabat sebagai Mendikbudristek.
“Komisi III DPR RI mendukung langkah-langkah Kejaksaan Agung yang kini mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tahun anggaran 2019-2022 di Kemendikbudristek yang saat itu dijabat Nadiem Makarim. Nilai kerugian sementara yang disampaikan sekitar Rp9,98 triliun,” tutur Nasir kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (31/5/2025).
Ia menilai pengusutan kasus ini sebenarnya juga tak perlu harus ada perintah khusus dari Presiden Prabowo Subianto.
“Pengusutan kasus ini kan bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo, yakni pemberantasan korupsi. Besar harapan rakyat Indonesia kepada Jaksa Agung agar lembaga yang dipimpinnya, bisa mengusut dan menemukan aktor utamanya!,” ujarnya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus resmi meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Kasus ini terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022, saat Nadiem Makarim masih menjabat sebagai menteri.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik telah menggeledah dua unit apartemen yang diduga milik FH dan JT pada Rabu, 21 Mei 2025. Lokasi penggeledahan berada di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2, Jakarta Selatan.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita 24 barang bukti yang terdiri dari 9 barang bukti elektronik dan 15 dokumen, termasuk buku agenda, laptop, dan ponsel. Selain itu, penyidik juga telah memeriksa 28 saksi, termasuk dua mantan staf khusus Nadiem.
Konstruksi Perkara Korupsi ChromeOS
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa dugaan korupsi ini berawal dari usulan internal Kemendikbudristek kepada tim teknis untuk menyusun kajian pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Namun, kajian tersebut kemudian diarahkan untuk menggunakan merek Chromebook, meskipun tim teknis awalnya merekomendasikan laptop berbasis sistem operasi Windows karena dinilai lebih fleksibel.
“Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama (Buku Putih) merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System (OS) Windows. Namun Kemendikbudristek saat itu mengganti Kajian Pertama tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook,” kata Harli dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (26/5/2025).
Menurut Harli, terdapat indikasi adanya permufakatan jahat antara pihak Kemendikbudristek dan tim penyusun kajian teknis yang mengarahkan spesifikasi pengadaan ke laptop Chromebook.
“Ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat dengan cara mengarahkan kepada Tim Teknis yang baru agar dalam membuat Kajian Teknis Pengadaan Peralatan TIK diunggulkan untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang/jasa,” ujarnya.
Padahal, kata Harli, pada 2018–2019, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) telah menguji coba 1.000 unit Chromebook. Namun, hasil uji menunjukkan bahwa perangkat tersebut hanya optimal jika tersedia jaringan internet yang stabil. Sayangnya, infrastruktur internet di Indonesia saat itu belum merata.
“Bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) serta kegiatan belajar mengajar,” tegas Harli.
Adapun total anggaran untuk program pengadaan TIK pada 2020–2022 mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari Rp3,58 triliun dari anggaran Kemendikbudristek dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).(Sumber)