News  

Mega Korupsi Chromebook Era Nadiem Rp. 9,98 Triliun, Laptop Rp. 5 Juta Dibanderol Rp. 10 Juta

Belanja laptop chromebook hanya salah-satu objek pengusutan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, pengadaan komputer jinjing untuk siswa-siswa sekolah tersebut, menjadi kasus dengan kerugian negara yang terbesar dalam penyelidikan pada era Menteri Nadiem Makarim itu.

Terungkap temuan tim penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) harga satuan laptop itu cuma Rp 5 sampai 7 juta per unit. Namun Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, tim penyidikan menemukan adanya penggelembungan nilai Rp 10 juta lebih per unitnya.

“Bagaimana itu tidak jadi masalah (korupsi), karena dalam pengadaannya itu, barang yang harganya kira-kira antara (Rp) 5 sampai 7 juta, tetapi dibayarnya 10 juta (per unit) chromebook-nya itu,” kata Harli saat ditemui di Kejagung, Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Harli menerangkan, dalam penganggaran chromebook itu, pun bermasalah. Menurut dia, mengacu penyidikan, didapati program digitalisasi pendidikan oleh kementerian itu setotal Rp 9,9 triliun. Termasuk di dalamnya untuk pengadaan laptop chromebook tersebut.

Sumber anggaran itu Rp 3,82 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP), dan Rp 6,39 triliun yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang semestinya menjadi pintu keuangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. “Yang menjadi bermasalah kan juga di DAK. Karena dana itu kan ditransfer ke daerah-daerah untuk membeli chromebook itu melalui vendor-vendor yang sudah ditentukan (oleh kementerian),” ujar Harli.

Dalam penentuan vendor-vendor itu, kata Harli, juga menjadi pangkal utama tindak pidana korupsi dalam program dan pengadaan tersebut. Karena kata Harli, penyidik menyimpulkan adanya kesepakatan-kesepakatan yang sengaja dilakukan untuk mengarahkan ke pihak-pihak tertentu.

“Jadi dia ini diarahkan kepada vendor-vendor tertentu yang kita sudah sebut diawal, bahwa ada persekongkolan di situ, ada permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan itu,” ujar Harli. Padahal, kata Harli, uji coba program digitalisasi pendidikan melalui pengadaan laptop chromebook tersebut sudah dilakukan pada 2020.

Selanjutnya, kata Harli dari hasil uji coba penggunaan chromebook tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam merealisasikan program digitalisasi pendidikan. “Kan sebelumnya itu sudah diuji coba dengan melakukan uji coba seribu chromebook. Tetapi dinyatakan tidak cocok dia, tidak sesuai spesifikasi. Tetapi, chromebook-nya itu tetap berjalan yang itu membuat program digitalisasi pendidikannya tidak berjalan,” kata Harli.

Menurut Harli, hasil uji coba chromebook pada 2020 ketika itu dinyatakan tak sesuai karena laptop dengan sistem operasi khusus tersebut mengharuskan ketersediaan jaringan internet. Sementara, kata Harli, dalam realitasnya, tak semua daerah yang mendapatkan chromebook untuk digitalisasi pendidikan itu memiliki akses internet.

Kondisi tersebut, kata Harli yang membuat pengadaan laptop chromebook tersebut tak tepat guna. Sehingga, dinyatakan sebagai bagian kerugian negara.

“Terkait kerugian negara, nilainya belum dapat ditentukan, karena masih dalam penghitungan tim penyidikan di Jampidsus, dan auditor negara. Apakah ini nantinya akan menjadi total loss atau tidak, nanti kita menunggu hasilnya,” ujar Harli.

Pengusutan kasus korupsi di Kemendikbudristek ini memang belum menetapkan tersangka. Akan tetapi sudah lebih dari 28 saksi yang diperiksa. Tim penyidikan di Jampidsus, pun sudah melakukan penggeledahan di tiga tempat tinggal staf khusus dan tim teknis Menteri Nadiem.

Tiga staf khusus dan tim teknis tersebut adalah Fiona Handayani (FH), dan Juris Stan (JS), serta Ibrahim Arief (IA). Harli mengatakan, FH semestinya menjalani pemeriksaan di Jampidsus pada Senin (2/6/2025), dan JS pada Selasa (3/6/2025).

“Dua-duanya nggak datang,” ujar Harli.

Pada Rabu (3/6/2025), tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap IA.

Adapun untuk Nadiem Makarim, Harli mengatakan, pemeriksaan terhadap mantan Mendikbudristek itu pasti akan dilakukan. Menurut dia, tinggal menunggu waktu kapan tim penyidikan Jampidsus akan melayangkan surat pemanggilan.

“Siapa, atau pihak manapun yang menurut penyidik sangat berkaitan dengan perkara ini, saya kira itu akan dilakukan (pemeriksaan). Karena itu adalah kebutuhan penyidikan,” ujar Harli.

Republika menelusuri sejumlah sekolah penerima bantuan laptop chromebook dan menemukan bahwa fakta penggunaannya jauh dari yang digembar-gemborkan sebelumnya. Salah satu sekolah yang dikunjungi Republika adalah salah satu SMA negeri di Jakarta Timur pada Selasa (3/5/2025) siang.

Hampir tak ada murid berkegiatan di sekolah tersebut. Bagaimanapun, lokasi itu menyimpan jejak ambisi besar pemerintah terkait digitalisasi pendidikan. Tampak belasan unit chromebook buatan lokal bermerek Zyrex M432-2 teronggok di sudut laboratorium. Unit-unit chromebook itu masih rapi tersimpan di dalam kardusnya.

Perangkat tersebut awalnya digadang-gadang sebagai ujung tombak wacana besar pemerintah terkait digitalisasi pendidikan. Belakangan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyidik dugaan korupsi di Kemendikbudristek terkait pengadaan yang merupakan bagian dari program besar digitalisasi senilai Rp 9,9 triliun sepanjang 2019–2023.

Saat itu, menteri pendidikan dijabat Nadiem Makarim. Pihak-pihak di Kemendikbudristek diduga terlibat persekongkolan pengadaan laptop chromebook yang disebar ke berbagai sekolah di berbagai daerah. Peringatan bahwa gawai itu tidak sesuai dengan kebutuhan program digitalisasi pendidikan diabaikan.

Pihak-pihak ditemui Republika di sekolah negeri di Jakarta Timur, menguatkan temuan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) soal rendahnya daya guna gawai chromebook tersebut. Salah seorang guru sekaligus penanggung jawab teknologi informasi (TI) di sekolah tersebut mengaku tak ada yang tahu di sekolahnya soal mengapa mereka terpilih mendapatkan bantuan tersebut. Pihak sekolah juga heran bisa mendapatkan bantuan tersebut.

“Tidak (ada proses pengajuan) tiba-tiba saja. Makanya kami kaget, kebanyakan yang dipanggil itu dari daerah-daerah, malah kami dari salah satu dari sedikit yang di Jakarta saja,” katanya.

Setelah terpilih, menurutnya ada dua orang guru di sekolah tersebut yang mendapat pelatihan awal untuk program tersebut. Namun, dari tiga orang tim IT, dua di antaranya telah mutasi atau keluar, menyisakan dirinya seorang.

“Sebenarnya yang menerima pada waktu itu bukan saya, tapi teman saya kebetulan yang pertama ini sudah keluar duluan terus yang kedua ini yang waktu itu ikut pertemuannya lah gitu,” katanya saat ditemui Republika, Selasa (3/6/2025).

“Waktu itu kalau nggak salah dipanggil ke Karawang untuk yang sekolah-sekolahnya yang akan menerima atau calon penerima gitu,” katanya.

Di pertemuan pada 2021 tersebut, sekolahnya mendapat jatah 15 unit chromebook. Meskipun kondisinya sekarang masih terawat rapi, namun ia menyebut spesifikasi chromebook tersebut terbatas.

Sebagai guru, pihaknya menyebut pengadaan chromebook sebagai langkah digitalisasi pendidikan terlalu jauh panggang dari api. Menurutnya, saat ini chromebook tersebut fungsinya sangat terbatas. Baik untuk melakukan desain visual atau pelajaran lainnya di tengah gempuran teknologi kecerdasan buatan dan sebagainya.

“Install aplikasi dibatasi, hanya bisa loginnya cuma bisa akun belajar.id tidak sebebas install dari (Google) Play Store. Mau ngetik-ngetik dan sebagainya nggak ada (Microsoft) Words, nggak ada apa-apa.” Menurutnya daya guna chromebook juga sangat terbatas. “Barangnya juga kecil, jatuhnya kayak netbook ya layarnya kecil banget segini doang layarnya,” katanya.

Ia menuturkan sejak awal memertanyakan pilihan gawai tersebut. “Chromebook itu saja sudah agak gimana ya? Maksudnya hanya bisa dipakai kalau ada internet kan, beda dengan Windows gitu kan pemilihan komputer Itu adalah chromebook Itu aja udah sempat bikin ‘ah Ini dipake buat apa gitu?’,” katanya.

Guru yang merasa cukup ilmu soal teknologi informasi mendaku gagap mengoperasikan chromebook. Buat guru-guru yang belum akrab dengan teknologi terkini, kesulitan mengoperasikan chromebook ini jadi berlipat.

“Sistem shortcut-nya beda. Untuk mengajar saya sendiri aja menggunakan itu gagap, apalagi ke anak, apalagi ke guru-guru yang lain. Jadi memang sejujurnya tidak terlalu terpakai untuk operasional guru atau siswa. Ia mengakui, ada chromebook yang memiliki spesifikasi yang tergolong tinggi dan mumpuni. Tak demikian yang didatangkan ke sekolahnya oleh Kemendikbudristek.(Sumber)