Arbi Sanit: Ketum Golkar Idealnya Tak Rangkap Jabatan Menteri

Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar dipastikan berlangsung awal Desember 2019. Dua nama, yaitu Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Airlangga Hartarto diprediksi menjadi kandidat kuat calon ketua umum (caketum) di Munas Golkar.

Terkait dua sosok itu, Pengamat Politik UI Arbi Sanit menyoroti ihwal jabatan Menteri Koordinator Bidang (Menko) Perekonomian yang dijabat Airlangga Hartarto. Dia menilai, Airlangga lebih baik tetap mengemban jabatan itu dan tidak maju dalam Munas Golkar.

“Sekarang Menko Perekonomian rangkap jabatan sebagai ketum partai. Itu kan harus dipilih. Biar dia yang memilih. Jadi ketua atau jadi menteri. Kalau saya jadi dia, ya pilih jadi menteri. Nanti kan munas berikutnya bisa maju lagi,” ucap Arbi.

Dengan demikian, Airlangga takkan dianggap melanggar etika demokrasi. “Dia tidak jadi orang Golkar serakah. Itu yang penting. Moral politik itu yang penting. Harus memberikan contoh elite kepada rakyatnya sendiri,” kata dia.

Menurutnya, memang tidak ada tolok ukur apakah rangkap jabatan menteri dengan ketua umum parpol mempengaruhi kinerja di kedua institusi yang dipimpin. Namun demikian, dia menganggap secara morak politik, tindakan itu dinilai sebagai pelanggaran.

“Yang pasti itu melanggar moral politik. Jadi kalau itu tetap dipertahankan (rangkap jabatan menteri dan ketum partai) Golkar sekarang tidak beda dengan era Orba, borong jabatan. Dia harus bagi-bagi lah sama temannya,” ucap dia.

Sebagai tokoh yang cukup lama di Golkar, harusnya Airlangga, kata Arbi tidak merangkap jabatan menteri dan ketua umum. Apalagi, bila seandainya dia memutuskan maju sebagai calon ketua umum Golkar di Munas Desember mendatang.

“Dia harus bagi-bagi lah sama temannya. Jadi dia membuktikan leadership sebagai orang yang Arif. Tidak hanya kepentingan dia yang dipikir tapi kepentingan orang lain juga dilayani. Kalau dia memaksakan ya tidak Arif. itu otoriter jadinya,” uca pengamat senior ini.

Menurutnya, Airlangga harus memberi ruang peluang mempersiapkan pemimpin di Golkar. Bukan dia singkirkan orang yang punya kompetensi lalu dia memborong sendiri. “Jadi mematikan langkah orang Golkar yang lain. Dia jadi tidak bijaksana,” ucap dia

Terkait dengan keputusan Presiden Jokowi yang tidak lagi melarang rangkap para menterinya sebagai ketua parpol, Arbi menganggap, keputusan Jokowi itu sebagai upaya ‘cari aman’. “Tentu dia (Jokowi) gak ada kepentingan dengan itu, mau Golkar tenggelam hidup, lima tahun lagi kan, dia juga gak ada. Sudah habis masa jabatan. Jadi orang Golkar sendiri dong yang tau diri,” kata dia.