Sengketa dualisme kepengurusan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) terus berlanjut. Kali ini, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI versi musyawarah nasional (munas) Ancol 2017 lalu, Anthon Sihombing, berencana melaporkan Ketua Umum BPP GINSI versi munas luar biasa (munaslub) Bali, Subandi.
Subandi dituding mengaku sebagai pimpinan sidang di Munas Ancol sehingga menandatangani berita acara hasil kegiatan tersebut. Padahal, menurut Anthon, jabatan itu tak disandang Subandi.
“Setelah kita pelajari dan cek ke notaris, Teddy Anwar, ‘Kenapa menandatangani, mengesahkan, ketua umum tidak ada?’ Beliau mengatakan, ‘Itu tidak masalah, karena pimpinan sidang ada’. Ada pernyataan pimpinan sidang, Captain Subandi. Sedangkan kehadiran Subandi di Munas Ancol hanyalah peserta biasa, bagaimana bisa dia menjadi pimpinan sidang,” ujar Anthon kepada RadarAktual, Selasa (19/11/2019)
“Nah kenapa itu diberikan, ditandatangani oleh pimpinan sidang? Itu berarti memanipulasi,” imbuh Anthon.
Dugaan manipulasi ini dilakukan, menurut Anthon disinyalir agar mereka bisa membuat akta di notaris tanpa melibatkan dirinya dan mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Atas itu, usai rapat menyikapi masalah ini, pengurus GINSI versi Anthon membentuk tim untuk menindaklanjuti. Rapat juga memutuskan agar mereka membawa persoalan ini ke ranah pidana.
“Pertama yang kita pidanakan di sana yang menandatangani adalah saudara Taufan (Erwin Taufan), mantan sekjen yang sudah dipecat, dan juga Mustafa Kemal, mantan ketua organisasi, di samping itu juga atas nama ketua sidang (Subandi),” tutur anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.
Seluruh pihak diharapkan maklum dalam menyikapi kisruh ini. Pengurus daerah dan anggota GINSI diharap mendukung tindakan yang diambil Anthon dan pengurus lainnya. Respons serupa juga diharapkan datang dari pemerintah.
“Kami minta agar GINSI-GINSI di daerah, importir itu, maklum. Kami itu menjalankan kebenaran. Bukan cari makan, cari hidup di GINSI. Tapi bagaimana ada manfaat GINSI bagi anggota,” jelas Anthon.
“Jadi agar penguasa, pejabat memaklumi masalah GINSI ini. Kita bukan mau ngotot untuk jadi ketua. Tetapi kita ngotot mempertahankan kebenaran yang berdasarkan aturan-aturan di republik tercinta ini,” sambung dia.
Anthon mengaku teramat kecewa dengan pihak/oknum tertentu yang coba membuat GINSI menjadi dualisme. Pasalnya ia bisa berada di GINSI karena ajakan untuk bergabung dan memimpin organisasi itu, oleh orang-orang yang kini berlawanan dengannya.
Namun dalam perjalanan kepemimpinannya, ia banyak tak dilibatkan, bahkan untuk melegalkan posisinya sebagai ketum. Malah dalam dua tahun kepemimpinan, Anthon menyebut dirinya dijegal dan diboikot.
“Dan pembangkangan dengan tidak bayar iuran, hingga akhirnya keluar mosi tidak percaya sampai munaslub ilegal, dan terpilih ketum versi munaslub yang tak sesuai dengan AD/ART GINSI. Seluruh upaya ini seperti direncanakan secara sistematis dan masif,” pungkas politikus Golkar ini.