Demokrasi di Persimpangan Jalan, Buku Politik Persembahan Firman Mulyadi

Koordinator Presidium Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD KAHMI) Cianjur, Firman Mulyadi bakal segera meluncurkan bukunya awal Januari 2020 mendatang.

Berawal dari kegundahan pendiri Rumah Diskusi Cianjur ini tentang asumsi keliru bahkan berbahaya bahwa dalam sistem demokrasi, “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan” (Vox populi, Vox Dei).

“Padahal jika dibanding sifat Tuhan Yang Maha Benar, bukankah suara rakyat mayoritas bisa keliru, bias, bahkan dibeli? Jadi, belum tentu suara rakyat itu suara kebenaran, bijaksana, dan ideal apalagi sama dengan suara Tuhan,” ujar Tenaga ahli Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Komisi VI DPR RI periode 2014-2019.

Timbul pertanyaan, apakah Indonesia negara hukum sekaligus negara demokrasi, negara hukum sekaligus bukan negara demokrasi, atau negara demokrasi sekaligus bukan negara hukum?

“3 Pertanyaan tersebut penting dijawab, sebab akan berimbas pada sikap negara ini dalam memosisikan hukum dan kehendak rakyat.” lanjut Ketua PP AMPG ini.

Akhirnya, lanjut Wasekjen Ormas MKGR ini, saat kebijakan parpol bertentangan dengan aspirasi rakyat, kemanakah Anggota DPR harus memihak?

“Faktanya, Anggota DPR adalah wakil rakyat sekaligus kader parpol. Terutama dengan adanya sanksi kebijakan Pergantian Antar Waktu (PAW) dari parpol terhadap Anggota DPR, maka kuasa para elit parpol tampak lebih digdaya dibanding kuasa rakyat terhadap Anggota DPR.” papar advokat muda ini.

Tiga isu besar dan penting tadi dielaborasi sarjana dan magister hukum sekaligus aktivisYayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Cianjur ini dalam buku berjudul “Demokrasi di Persimpangan Jalan”.

Buku karya Firman ini diberi kata sambutan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Golkar yang juga politisi senior, Aburizal Bakrie (ARB) dan diberi kata pengantar Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet).