News  

JPU Tuntut Pasal Berlapis Pada Terdakwa Kasus Korupsi di Dinas Kebudayaan, FORMASI Apresiasi Kinerja Kejati

Ketua Umum FORMASI (Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi) Jalih Pitoeng berikan apresiasi kepada Jaksa Penuntut Umum atas dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana Tindak Pidana Korupsi terhadap kasus dugaan korupsi di dinas kebudayaan DKI Jakarta.

Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta periode 2020-2024, Iwan Henry Wardhana didakwa merugikan keuangan negara Rp 36,3 miliar di kasus dugaan korupsi penyimpangan kegiatan berupa pembuatan surat pertanggung jawaban (SPJ) fiktif. Jaksa menyakini Iwan menikmati duit korupsi dalam kasus ini sebesar Rp 16,2 miliar.

Sidang dakwaan Iwan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/06/2025). Selain Iwan, ada dua terdakwa lain yang diadili dalam kasus ini.

Mereka ialah Mohamad Fairza Maulana selaku Plt Kepala Bidang Pemanfaatan sejak 27 Juni 2023 hingga 5 Agustus 2024 dan Kepala Bidang Pemanfaatan sejak 5 Agustus 2024 hingga 31 Desember 2024 sekaligus sebagai PPTK pada Dinas Kebudayaan Jakarta. Kemudian, Gatot Arif Rahmadi selaku Pemilik Event Organizer (EO) Gerai Production (GR PRO) sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas) dan keikutsertaan mobil hias pada Event Jakarnaval.

“Perbuatan Terdakwa Iwan Henry Wardhana bersama-sama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana dan saksi Gatot Arif Rahmadi sebagaimana diuraikan di atas mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 36.319.045.056,69 (Rp 36,3 miliar),” ungkap jaksa Arif Darmawan saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan Iwan dkk merekayasa bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran pada kegiatan PSBB Komunitas, PKT dan Jakarnaval.

Persengkokolan ini bermula dari penyimpangan yang dilakukan pada kegiatan milad Bang Japar.

“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran 2022 sampai dengan 2024, saksi Gatot Arif Rahmadi bekerjasama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya, sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada Terdakwa Iwan Henry Wardhana,” kata jaksa.

Jaksa mengatakan Gatot selaku pemilik GR PRO terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan ke Mohamad Fairza Maulana. Kemudian, membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Dinas Kebudayaan, surat permohonan dari Dinas Kebudayaan kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Dinas Kebudayaan kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.

“Menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif atau sanggar yang dipinjam identitasnya dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (markup),” lanjut jaksa.

Selain bukti pembayaran yang dibuat fiktif dan di markup, jaksa mengatakan Iwan dkk juga menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian (ondel-ondel) yang tidak sesuai dengan kenyataan.

“Menyusun bukti pembayaran berupa kwitansi dan invoice pemesanan nasi kotak, snack dan air mineral kepada Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta yang merupakan perusahaan catering milik saksi Gatot Arif Rahmadi, dengan cara seolah-olah pihak Dinas Kebudayaan dan melalui aplikasi e-order telah membuat pesanan belanja makan dan minuman kepada perusahaan katering Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta,” papar jaksa.

“Namun pelaksanaannya, saksi Gatot Arif Rahmadi memesan nasi kotak, snack dan air mineral kepada vendor katering lain yaitu Arya Catering dengan nilai pemesanan sesuai perhitungan sebenarnya di lokasi acara yang lebih rendah dibandingkan nilai pemesanan melalui aplikasi e-order,” tambah jaksa.

Jaksa mengatakan para terdakwa juga menyusun bukti pembayaran sewa peralatan acara yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya riil yang dikeluarkan melalui perusahaan peralatan yang dipinjam identitasnya oleh Gatot. Kemudian, diserahkan datanya ke Dinas Kebudayaan untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai arahan Mohamad Fairza Maulana.

Jaksa menuturkan bukti pertanggung jawaban kegiatan itu juga direkayasa dan dibuat fiktif

“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola Tahun Anggaran 2022 sampai dengan 2024 saksi Mohamad Fairza Maulana memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui markup biaya pembayaran honorarium,” tutur jaksa.

Jaksa mengatakan bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan, sedangkan stempel kuitansi tanda terima, menggunakan stempel sanggar palsu. Fairza juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggung jawaban PKT Dinas Kebudayaan Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.

“Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni,” papar Jaksa.

Jaksa mengatakan bukti pertanggung jawaban berupa pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah dimarkup juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2022-2024. Jaksa mengatakan selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola Tahun Anggaran 2022-2024 digunakan untuk kepentingan pribadi Iwan, Fairza dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Dinas Kebudayaan lainnya.

“Bahwa selisih pembayaran tidak sah yang dikembalikan oleh pelaku seni baik kepada saksi Gatot Arif Rahmadi maupun kepada staf Dinas Kebudayaan sebagai akibat dari pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval TA 2022-2024 pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dan Suku Dinas Kebudayaan digunakan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada Terdakwa Iwan Henry Wardhana, saksi Mohamad Fairza Maulana dan untuk saksi Gatot Arif Rahmadi sendiri serta pihak lain,” jaksa menuturkan.

Jaksa menyakini Iwan, Fairza dan Gatot melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Jaksa merincikan aliran duit yang dinikmati para terdakwa dan pihak lain dalam kasus ini. Berikut detailnya:

1. Memperkaya Iwan Henry Wardhana sebesar Rp 16.200.000.000

2. Memperkaya Mohamad Fairza Maulana sebesar Rp 1.441.500.000

3. Memperkaya Gatot Arif Rahmadi sebesar Rp 13.520.345.212,69

4. Memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp 150.000.000

5. Memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp 150.000.000

6. Memperkaya Moch. Nurdin sebesar Rp 300.000.000

7. Memperkaya Tonny Bako sebesar Rp 50.000.000

8. Memperkaya Feni Medina sebesar Rp 100.000.000

9. Memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp 100.000.000

10. Digunakan untuk pemberian uang tahun baru, THR, acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf/pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp 4.307.199.844 sesuai dengan arahan Iwan Henry dan Mohamad Fairza Maulana.

Jalih Pitoeng yang diketahui hadir sejak pukul 9.30 pagi hingga pukul 22.30 WIB tersebut mengungkapkan apresiasinya kepada pihak Kejaksaan.

“Saya Jalih Pitoeng dan Kami FORMASI sangat mengapresiasi kinerja pihak Kejaksaan dalam hal ini Kejati Jakarta atas keseriusannya mengungkap kasus dugaan korupsi di dinas kebudayaan DKI Jakarta ini,” ungkap Jalih Pitoeng kepada Radar Aktual, Rabu (18/6/2025).

Dalam keterangan pers nya di Pengadilan Jakarta Pusat, tokoh muda Betawi yang cukup dikenal sangat berani dan Istiqomah ini mengatakan bahwa jaksa sudah sangat tepat menyusun dakwaan.

“Kami hadir disini sejak pagi hingga malam ini, tak lain adalah hanya untuk memastikan bahwa proses peradilan ini berjalan dengan baik, lancar,” kata Jalih Pitoeng menegaskan.

“JPU sudah sangat tepat dalam menyusun dakwaan,” kata Jalih Pitoeng.

“Oleh karena itu berharap agar majelis hakim akan mengambil keputusan yang adil terhadap perkara korupsi yang telah merugikan saudara-saudara kami para pegiat dan pelaku seni budaya Betawi,” lanjut Jalih Pitoeng.

Ditanya pendapatnya tentang pengajuan eksepsi dari pihak terdakwa, aktivis kritis kelahiran tanah Betawi ini menjawab bahwa itu merupakan hal biasa.

“Itu hal biasa,” jawabnya spontan.

“Namun apakah nota keberatan itu diterima atau tidak oleh majelis hakim, rasanya kecil sekali kemungkinannya majelis hakim akan memenuhi eksepsi atau nota keberatan tersebut,” sambungnya penuh keyakinan.

“Apalagi ini kejahatan yang bersifat ordinary bahkan mengakibatkan korban ratusan bahkan ribuan saudara-saudara kami para pegiat seni budaya Betawi,” Jalih Pitoeng menegaskan.

Selain menyampaikan terimakasihnya pada pihak Kejaksaan, pendiri Jalih Pitoeng Centre ini juga memuji awak media dan netizen.

“Kepada kawan-kawan media yang selama ini sangat intensif mengawal kegiatan saya dan FORMASI, saya ucapkan terimakasih atas tugas mulia anda dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat secara informatif, edukatif dan konstruktif serta berimbang sesuai dengan azas jurnalistik,” ungkap Jalih Pitoeng.

“Demikian pula kepada para netizen yang begitu aktif dan responsif mendukung dan mengawal kasus yang sedang kami soroti,” imbuhnya.

“Saya perhatikan diberbagai platform media sosial, para netizen yang peduli terhadap pengungkapan kasus korupsi ditanah Betawi” sambungnya.

“Oleh karena itu untuk yang kesekian kalinya, saya memohon agar para jawara, para pegiat dan pelaku seni budaya Betawi untuk secara bersama-sama mengawal jalannya proses peradilan ini,” pungkas Jalih Pitoeng.