News  

Kepercayaan, Kunci Mengatasi Krisis

Setiap terjadi krisis – krisis apapun – dipastikan akan menguji kepercayaan publik terhadap kemampuan pemimpin mengatasi krisis yang sedang terjadi. Saat krisis, rasionalitas publik, obyektitas data dan informasi, serta rekam jejak pemimpin akan menentukan tingkat kepercayaan publik.

Kepercayaan publik tidak bisa direkayasa saat terjadi krisis. Sehingga saat terjadi krisis penyampaian informasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan sejujur-jujurnya. Sekali melakukan kesalahan informasi maka sangat sulit kembali meyakinkan publik untuk mendapatkan kepercayaan – apalagi jika pemimpin memiliki rekam jejak yg tidak konsisten dan tidak transparan.

Pada krisis 1998, kepercayaan yang pertama hilang adalah bahwa dengan pelemahan rupiah maka Indonesia tidak punya kemampuan devisa untuk membayar utang (swasta dan pemerintah).

Pak Harto mencoba mengembalikan kepercayaan tersebut dengan meminjam uang ke IMF atau pada dasarnya “menyerahkan” kebijakan ekonomi diatur oleh IMF. Karena saat bersamaan terjadi juga penurunan kepercayaan politik, maka resep IMF tidak cukup mengembalikan kepercayaan publik kepada Pak Harto, sehingga Pak Harto memilih berhenti sebagai Presiden dan digantikan oleh Pak Habibie.

Pak Habibie melakukan banyak sekali perubahan untuk meningkatkan kepercayaan, baik kepercayaan politik maupun kepercayaan kebijakan ekonomi. Selain konsisten melanjutkan kesepakatan antara Pak Harto dg IMF (Letter of Intent – LoI), Pak Habibie melakukan kebebasan pers, membebaskan tahanan politik, memisahkan Bank Indonesia menjadi independen dll.

Salah satu kebijakan yg berpengaruh dalam meningkatkan kepercayaa terhadap Pak Habibie adalah saat menandatangani “penghentian” produksi pesawat N-250 yg merupakan pesawat ciptaan beliua serta menghentikan semua bantuan pemerintah ke seluruh Industri strategis yg beliau bangun puluhan tahun. Ini bagaikan seorang ayah yang membunuh “anaknya” demi keselamatan negaranya.

Sebagai Presiden, Pak Habibie bisa saja bernegosiasi ulang dengan IMF untuk menunda atau membatalkan butir kesepakatan dalam LoI tersebut, tapi demi menyelamatkan bangsa, Pak Habibie memilih “membunuh anaknya”. Itulah pentingnya kepercayaan.

Buah dari rangkaian kebijakan tersebut pak Habibie berhasil memperbaiki perokonomian dalam waktu yang sangat singkat, antara lain menurunkan kurs Rupiah dari Rp 16.950 menjadi Rp 6.500, juga menurunkan tingkat suku bunga Bank dari sktr 70 % menjadi sekitar 18 %.

Walau berhasil mengembalikan kepercayaan ekonomi, namun kepercayaan poiltik sulit diperoleh secara optimum. Kepercayaan politik Pak Habibie dirusak setelah Indonesia kalah pada referendum pembebasan Timor-Timor.

Inilah yang menjadi senjata pamungkas lawan-lawan politik Pak Habibie sehingga dalam voting pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak pada Sidang Umum Istimewa MPR. Karena merasa tidak lagi mendapatkan kepercayaan politik maka Pak Habibie tidak maju lagi menjadi calon Presiden – walau masih punya hak dan masih punya dukungan kuat. Sekali lagi itulah pentingnya kepercayaan

Krisis yang sedang terjadi 2020 dipicu oleh pandemik Corona yang menyebabkan : (1) turunnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS dari sekitar Rp 14.000 menjadi di atas Rp 16.000, (2) penurunan harga saham gabungan dari di atas Rp 6.000 menjadi hanya sekitar Rp 4.000, dan (3) keluarnya dana asing dalam jumlah yang sangat besar.

Gejala tersebut, sepertinya terjadi kombinasi turunnya kepercayaan publik atas kemampuan pemerintah menangani pendemik corona serta juga karena pondasi ekonomi Indonesia yg memang lagi rapuh. Penyebabnya antara lain tingginya utang luar negeri, terjadinya defisit fiskal, defisit perdagangan, dan defisit transaksi berjalan.

Pemerintah di bawah kepemimpinan Pak Jokowi dituntut untuk mampu mengembalikan kepercayaan minimal dalam 3 (tiga) hal : (1) kehandalan dalam meredam penyebaran dan peningkatan kasus pendemik corona untuk melindungi nyawa rakyat melalu kebijakan rasional, ilmiah, dan terukur; (2) kebijakan ekonomi yang berbasis pada kebijakan krisis dengan cara meninjau ulang proyek-proyek “ambisius” seperti proyek infrastruktur dan pemindahan Ibu Kota Negara; dan (3) kebijakan melindungi ekonomi rakyat miskin seperti antara lain memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), penurunan atau pemberian subsidi bahan pokok, BBM dan listrik.

Agenda yang sangat mendesak adalah mengembalikan kepercayaan atas keseriusan penanganan pendemik corona. Ini menjadi penting karena awalnya pemerintah terkesan “menggampangkan” kasus pendemik corona.

Berbagai pernyataan pejabat bahkan terkesan menjasikan kasus pendemik corona sebagai candaan. Saat semua Negara dan WHO menganggap bahwa kasus pendemik corona sangat seriur, muncul pernyataan-pernyataan dan kebijakan yg kontravesial.

Saat negara lain membatasi pergerakan manusia muncul kebiajakan mengundang wasatawan dari luar negeri dg pemberian berbagai nsentif, bahkan menyediakan anggaran Rp 72 milyar untuk membiayai influencer.

Pernyataan Bapak Wapres bahwa Corona bisa diatasi dengan kunut dan minum susu kuda liar, pernyataan Menteri Kesehatan bahwa infeksi corona bisa sembuh sendiri, peragaan salam sikut untuk hindari infeksi corona oleh kepala KSP, pernyataan tenaga ahli utama KSP Pak Ali Mochtar Ngabalin bahwa virus corona tidak bisa hidup di iklim tropis, serta berbagai pernyataan candaan lain oleh berbagai pejabat.

Atas pernyataan-pernyataan pejabat tersebut Dirjen WHO meminta agar pemerintah Indonesia serius mempersiapkan langkah-langkah mengatasi pendemik corona. Demikian juga halnya denga pemerintah Singapura dan Australia yg menyatakan tidak percaya atas langkah penanganan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Peningkatan kepercayaan terhadap pemerintah untuk mengatasi mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi sangat tergantung pada kemampuan mengembalikan kepercayaan terhadap kemampuan mengatasi pendemik corona.

Karena mayoritas partai politik adalah pendukung pemerintah, maka saat ini terkesan bahwa kepercayaan politik masih baik-baik saja. Tapi jika terjadi kegagalan dalam mengatasi krisis corona dan krisis ekonomi, tidak ada yang bisa memastikan bahwa kepercayaan politik tidak akan berubah.

Apapun kebijakan yang akan diambil, sebaiknya lupakan dulu tentang politik, fokuslah pada upaya menyelamatkan nyawa manusia – rakyat Indonesia – hanya itu satu-satunya pintu untuk membuka munculnya kepercayaan.

Tapi mendapatkan kepercayaan bukan hal mudah. Butuh kerendahan hati, butuh kejujuran, butuh konsistensi, butuh kemampuan merangkul, butuh kemampuan mengubur egoisme, dan butuh tim yang kompeten.

Muhammad Said Didu, Manusia Merdeka