News  

Pengamat: Jokowi Salah Pilih Menteri Atau Rakyat Salah Pilih Presiden?

Pidato marah-marah Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 18 Juni lalu dinilai banyak pihak sebagai bentuk kegagalan seorang pemimpin dalam menunjuk para menterinya.

Pendapat itu sebagaimana disampaikan Direktur Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf.

Gde Siriana mengamati, pola kepemimpinan Jokowi di periode pertama dan kedua kali ini tidak mengalami perubahan, khususnya dalam hal memilih para menteri.

Di periode pertama, Gde Siriana ingat dengan keputusan Jokowi yang mereshuffle kabinetnya sebanyak dua kali, dengan maksud memperbaiki capaian ekonomi RI. Namun nyatanya itu semua tidak terjadi.

“Di periode satu, Jokowi dua kali reshuffle besar, 2015 dan 2016. Agustus 2015, dia janji ekonomi meroket 7 persen. Hasilnya? Enggak gerak di 5 persen. Enam belas kebijakan ekonomi sampai 2018 enggak berhasil. Padahal sudah ganti menteri di 2016,” ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (1/7).

“Sekarang dia mau bilang salah pilih menteri lagi? Atau rakyat yang salah pilih lagi di 2019?,” sambungnya.

Di dalam pidatonya yang marah-marah, Jokowi juga mengancam para menterinya yang tidak serius menanggulangi corona untuk bersiap masuk ke daftar yang direshuffle.

Tapi menurut Gde Siriana, pernyataan tersebut justru memperlihatkan sikap lempar batu sembunyi tangan. Karena dari pengalaman reshuffle di periode pertama Jokowi tidak membuat manfaat apapun.

“Berkaca dari kisah di periode 1 hingga marah-marah di periode 2, nampak jelas bahwa Jokowi tidak punya kemampuan dalam memilih orang-orang yang tepat,” ungkapnya.

“Atau sebenarnya ada sekelompok orang yang the real president. Mereka ini lah yang hanya gunakan Jokowi sebagai legalitas kekuasaan untuk mengatur negara,” demikian Gde Siriana Yusuf. {rmol}