Daniel Masiku: Ada 3 Pelanggaran Kasat Mata di Musda Golkar Papua Barat

Musyawarah Daerah (Musda) III DPD I Partai Golkar provinsi Papua Barat yang telah berlangsung Sabtu (15/8/2020) lalu berbuntut panjang. Pasalnya dalam penyelenggaraannya ada indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh panitia penyelenggara atas tekanan DPD I Partai Golkar provinsi Papua Barat.

Daniel Tonapa Masiku selalu kuasa hukum pendukung Lamberthus Jitmau menyatakan dari total 15 dukungan terhadap Lamberthus Jitmau, pada saat ini Selasa (18/8/2020) malam, sudah 5 orang yang membuat laporan ke Mahkamah Partai. Mereka mengajukan keberatan permohonan keberatan kepada Mahkamah atas penyelenggaraan musda yang telah berlangsung.

“Yang mengajukan ini adalah pemilik hak suara yang kemarin kewenangannya tidak diakomodir panitia penyelenggara musda. Adapun kelima pelapor tersebut antara lain DPD II Partai Golkar, yakni Kota Sorong, Raja Ampat, Kabupaten Fak Fak dan Kabupaten Manokwari serta AMPI Papua Barat,” katanya kepada Golkarpedia di Mahkamah Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (18/8/2020).

Selebihnya, lanjut Daniel, termasuk Ormas dan DPD pendukung Lamberthus Jitmau nanti akan memperkuat permohonan ini, karena sebagian yang mendukung beliau merupakan pejabat jadi masih memiliki tugas sebagaimana mestinya sehingga belum sempat bergabung pada hari ini.

Menurut Daniel pada Musda III Partai Golkar Papua Barat, pelanggaran yang dilakukan panitia penyelenggara sangat kasat mata.

Ditemukan beberapa pelanggaran; pertama, sudah diadakan penjaringan oleh panitia penyelenggara yang dibuka tanggal 26-29 Februari 2020. Dari penjaringan itu sudah dihasilkan 2 bakal calon, Rudy Timisela dan Lamberthus Jitmau.

“Tetapi tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, DPD Papua Barat membuka kembali pendaftaran tanggal 13-14 Agustus 2020 atau sehari menjelang pelaksanaan musda. Dan itu bentuk intervensi terhadap panitia penyelenggara, karena proses yang dilakukan mereka sudah dilaporkan ke DPD dalam rapat pleno sampai sudah ditetapkan bakal calon ketua,” ujarnya.

Artinya, lanjut Daniel, sudah ada bakal calon yang dihasilkan dari proses penjaringan, tetapi DPD malah mengambil alih kewenangan tersebut sehingga kami anggap ini jelas pelanggaran. Kalau alasan yang kami dengar bahwa mereka berdasarkan instruksi DPP itu juga tidak benar.

“Karena instruksi DPP itu menyangkut penundaan penyelenggaraan musda, sedangkan proses yang sudah dilakukan itu dianggap sah. Jadi apa yang dilakukan DPD adalah bentuk intervensi, mengambil alih kewenangan panitia penyelenggara dalam hal ini stering comitte (SC),”ucapnya.

Daniel mengungkapkan untuk pelanggaran yang kedua yakni pada hari H pelaksanaan ada upaya dalam bentuk penghalang-halangan terhadap pemilik hak suara, baik itu DPD tingkat II maupun Ormas. Untuk masuk saja ke dalam lokasi itu dihalangi, jadi ada upaya penghalangan terhadap pemilik hak suara.

Lalu yang ketiga, tambah Daniel, pada saat pelaksanaan musda itu kan ada agenda yang dijadwalkan dan anggaran dasar juga sudah mengatur bentuk musda itu misalnya dengan membacakan laporan pertanggungjawaban dari ketua sebelumnya karena itu harus ada penilaian.

Pada laporan pertanggungjawaban itu juga harus membuka pandangan umum dari DPD dan Ormas tetapi itu tidak dilakukan.

“Kemudian ada hal-hal lain misalnya program dari para calon ketua yang harus dibahas. Selain itu harus juga menetapkan ketua dewan pertimbangan tetapi semuanya tidak dilakukan, jadi kelihatanya musda ini hanya untuk melegitimasi calon yang sudah dipersiapkan,” tegasnya.