News  

Kuota Internet Gratis Dinilai Pembohongan Publik, Vox Populi: Kemendikbud Cuma Calo

Subsidi kuota internet Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai kritik dari pemerhati pendidikan dan DPR. Apa katanya?

Melansir CNN, Rabu (30/9/2020), pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji menyebut program bantuan internet itu sebagai gimik pemerintah. Mengapa ia berkata demikian?

“Kuota belajar itu banyak berisi aplikasi berbayar. Jadi kan kayaknya masyarakat ini diarahkan untuk berlangganan yang online itu. Ini kan sama saja bohong, pembohongan publik, dikasih gimik kuotanya gratis, tapi bayar aplikasi (berbayar),” ujar Indra, sesuai informasi yang dikutip.

Menurutnya, secara akademis, masih ada aplikasi-aplikasi gratis yang punya kualitas tak kalah bagus. Ia juga menilai, para penerima subsidi internet tak perlu aplikasi-aplikasi berbayar yang termasuk dalam kuota belajar Kemendikbud.

Indra menambahkan, “kalau seperti ini caranya, pemerintah kan seperti makelar, seperti calo. Lebih bahaya lagi kalau pembelinya banyak, nanti APBN tahun depan bisa diarahkan untuk beli; artinya ada penggiringan ke arah sana.”

Tak cuma itu, masalah dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bukan cuma kuota internet, melainkan juga akses internet dan ketersediaan gawai.

“Ada daerah yang mungkin tidak butuh kuota internet, tetapi gawai, jaringan internet, atau buku. Jadi, anggaran Rp7,2 triliun itu enggak sia-sia,” jelasnya lagi.

Senada dengan Indra, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda juga pernah melontarkan kritik terhadap kebijakan subsidi kuota internet. Ia menilai, Kemendikbud harusnya membuat rincian syarat penerima subsidi internet.

“Filosofinya kan memberi yang tak mampu, (tapi) akibat keterbatasan data, semua disubsidi. Bagi yang mampu, lebih baik tak usah dicantumkan,” ujarnya lewat konferensi virtual pada awal September.

Sekadar informasi, sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Alivin Lie mengaku menerima bantuan internet 50 GB. Kemendikbud menyebut, ia berhak menerimanya karena sedang mengambil studi S-3.

Alvin menilai, harusnya proses penyaluran bantuan mesti melalui tahap verifikasi sehingga tak salah sasaran.

“Rasanya, mahasiswa S-3 seperti saya enggak perlu dapat kuota internet (subsidi). Ini kan untuk membantu yang masih muda. Kalau S-2, S-3 kan umumnya sudah bekerja,” jelasnya, Selasa (22/9/2020).

Bahkan, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengestimasi kalau subsidi kuota akan rugi Rp1,7 triliun akibat ‘kuota terbuang’.

Wakil Sekretaris FSGI, Fahriza Marta Tanjung pada Minggu (27/9/2020) berujar, “karena kuota sisa akan hilang saat masa aktif habis, kami prediksi ada sekitar 15-30 GB (kuota) tak terpakai.

Pembagian kuota belajar dan kuota umum yang timpang juga jadi masalah. Menurut Komisioner KPAI, Retno Listyarti, tak sedikit siswa, guru, hingga orang tua siswa yang melontarkan keluhan perihal kuota umum yang hanya berjumlah 5GB.

“Hampir setiap hari selama PJJ (siswa) menggunakan mesin pencari guna menonton praktik di bidang keahliannya, (contoh) jurusan tata boga menonton referensi di Youtube, padahal aplikasi itu tak masuk dalam kuota belajar,” jelasnya, Senin (28/9/2020).

Sudah begitu, total penerima kuota gratis bulan ini tidak menjangkau seluruh guru, siswa, dosen, dan mahasiswa; hanya mencakup 27.305.495 penerima.

Di sisi lain, berdasarkan data Dapodik, totalnya ada 52.202.289 siswa dan 3.146.502 guru. Sementara itu, PDDikti mencatat ada 8.399.451 mahasiswa dan 286.050 dosen. Dalam kata lain, bantuan baru menjangka 42% total peserta didik dan pendidik.

Lebih lanjut, 16.424.143 dari 26.623.776 peserta didik calon penerima subsidi internet berlokasi di Pulau Jawa. 61% mahasiswa dan siswa penerima kuota berlokasi di enam provinsi.

Sementara, 54% dari total pendidik berlokasi di Pulau Jawa, dengan rincian jumlah 853.806 dari 1.553.090 pendidik. {wartaekonomi}