News  

PA 212: Jika Tak Mau Dituduh PKI, Mega dan PDIP Harus Tegas Tolak Komunisme

Wakil Sekjen PA 212 Novel Bamukmin angkat suara mengenai kekesalan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang sering dituduh PKI hingga saat ini.

Menurut Novel, jika tidak ingin dituduh PKI maka Megawati dan PDIP harus menunjukkan penolakan terhadap paham komunisme.

“Mega kalau tidak mau dituduh PKI maka sikapnya harus tegas menolak PKI atau paham komunisme dalam partainya. Juga Megawati harus jelas pembelaannya terhadap Pancasila khusus pengamalan terhadap sila pertama,” kata Novel saat dihubungi Tribunnews, Kamis (29/10/2020).

Selain itu, Megawati diminta juga melupakan rumusan Pancasila 1 Juni 1945. Sebab, hal itu sempat menjadi polemik dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila lantaran terdapat ciri pokok Pancasila berupa trisila: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi serta Ketuhanan yang Berkebudayaan.

“Juga harus membuang jauh-jauh rumusan Pancasila 1 juni 1945 yang malah dijadikan hari libur dan bebaskan ulama dari jerat kriminalisasi serta sikap tegas terhadap para penista agama,” ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri merasa heran hingga kini ia masih sering dituduh sebagai anggota PKI (Partai Komunis Indonesia).

Hal itu disampaikan Megawati saat meresmikan kantor PDI-P secara daring, Rabu (28/10/2020). “Ini nanti kalian lihat kalau saya di-bully lawan, masa Presiden Kelima RI dibilang PKI terus,” kata Megawati.

Megawati Bahas Isu PKI

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri angkat bicara soal isu-isu terkini terkait politik aktual yang terus diwarnai pertarungan kepentingan politik para elite hingga tantangan agar para orang muda Indonesia melakukan refleksi diri.

Megawati sendiri menyadari bahwa pernyataannya terhadap orang muda atau generasi milenial kemungkinan akan mendapatkan bullyan di media sosial.

Awalnya, Megawati berbicara soal pentingnya membangun bangsa dan negara agar Indonesia bisa bertahan sepanjang masa untuk anak dan cucu. Pengalaman negara lain yang lebih maju seperti Amerika Serikat dan China harus dipelajari oleh orang-orang Indonesia.

“Suatu saat masa kalian (kita, red) juga habis, pensiun. Pasti akan ada turunan, anak keturunan kita. Masa negara yang sudah merdeka 75 tahun ini tidak bisa bersaing dengan negara-negara lain?” ujar Megawati, dalam acara peresmian 13 kantor partai, patung Soekarno dan sekolah partai, Rabu (28/10/2020).

“Kita mesti jangan jadi kuper, buka diri ke dunia. Anak muda kita aduh, saya bilang sama presiden, jangan dimanja. Generasi kita generasi milenial. Saya mau tanya hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi seperti kita bisa viral,” imbuhnya.

Namun ironisnya, kata dia, saat ini Indonesia justru masih berkutat dengan isu-isu tak benar yang sengaja diviralkan. Dia mencontohkan tuduhan bahwa dirinya, PDIP, hingga Presiden Joko Widodo adalah PKI.

Megawati beralasan ayahnya yakni Bung Karno adalah pendiri republik. Begitupun ibunya, Fatmawati, juga pahlawan nasional. Megawati sendiri tiga periode menjadi anggota DPR, pernah menjadi wakil presiden dan presiden.

Dia juga mengatakan telah menerima berbagai penghargaan, termasuk gelar doktor kehormatan dari berbagai kampus dalam negeri maupun luar negeri. Menurutnya, tak mungkin dirinya bisa mencapai itu semua jika merupakan anggota PKI.

“Maksud saya tidak untuk sama sekali untuk menyombongkan diri. Tapi ini fakta pengalaman hidup, ngapain orang zaman gini masih ngomongin PKI? PKI buktikan dong. ada aturannya jangan hanya untuk membohongi rakyat,” kata Megawati.

“Lama-lama saya kesal. Saya nanya acara ini bisa viral apa tidak? Viral oke. Saya yang ngomong ini, nanti kalian lihat kalau saya di bully, lawan. Masa presiden kelima RI dibilang PKI?”

“Terus Pak Jokowi, pilihan rakyat langsung lho. Kecuali presiden tidak langsung, ada kemungkinan. Ini rakyat langsung lho, dua kali, kita pengusungnya, mau lagi dibilang katanya turunan bapak ibunya tak jelas. Bayangkan presiden RI (dibegitukan, red),” ungkapnya lagi.

Presiden RI ke-5 itu juga menyinggung aksi demonstrasi yang belakangan sangat marak. Menurutnya, aturan hukum membolehkan demonstrasi karena pasca reformasi 1998 setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia masuk ke dalam alam demokrasi.

Namun ditegaskannya, demonstrasi bukan berarti boleh melakukan aksi perusakan fasilitas publik.

“Kurang apa saya bilang pada mereka yang mau demo-demo, ngapain sih kamu demo-demo. Kalau tak cocok, pergi ke DPR. Di sana ada yang namanya rapat dengar pendapat. Itu terbuka bagi aspirasi,” kata Megawati.

“Masya Allah, susah-susah bikin halte-halte Transjakarta, enak aja dibakar, emangnya duit lo? Ditangkap tak mau, gimana ya. Aku sih pikir lucu banget nih Republik Indonesia sekarang,” tambahnya.

Megawati lalu bertanya kepada Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat, yang berada dibelakangnya seputar biaya untuk membangun sebuah halte. Djarot menjawab biayanya sekitar Rp3 miliar. Mengetahui itu, Megawati mengatakan biayanya saat ini kemungkinan lebih besar karena pengaruh inflasi.

“Kalau ibu-ibu, patokannya harga emas gitu. Mana mungkin lagi sekarang kalau mau dibenerin itu Rp 3 Miliar cukup? Coba bayangkan. Itu rakyat siapa ya? Itu yang namanya anak-anak muda, saya ngomong gini itu dalam Sumpah Pemuda loh,” kata Megawati.

Megawati pun membandingkan bahwa pemuda zaman dahulu berani membuat sumpah untuk bersatu memperjuangkan negara. Mirisnya, Megawati tak melihat hal tersebut pada diri pemuda saat ini.

“Ya bayangin jaman dulu kok bisa ya pemuda, karena tertekan, karena belum merdeka, dia sampai berani bikin sumpah. Ayo kalau kalian hari ini bisa bikin sumpah kayak begitu.”

“Saya suka terkagum-kagum kok. Waduh pikirannya jaman dulu loh, sampai boleh bersatu bikin sumpah. Eh jaman penjajahan, mereka ditangkep lah. Nah sekarang ini sudah merdeka, dirusak sendiri. Gimana ya?” kata dia.

“Kalau banyak yang mau jadi presiden, silahkan. Itu adalah hakmu. Tetapi ingat kamu hidup di sebuah negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

“Sabar saja lah, ntar juga datang 2024, kita tanding lagi. Coba bayangkan sampai saya mikir mau jadi apa ini orang Indonesia, sudah lupa yang namanya sejarah,” pungkasnya. {tribun}