Fadli Zon Sebut Pemerintah Islamofobia, Ngabalin: Jangan Cari Panggung!

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menjawab tudingan Waketum Partai Gerindra, Fadli Zon, yang menyebut kebijakan pemerintah saat ini terkesan islamofobia (fobia pada Islam).

Menurut Ngabalin, Fadli tak semestinya mengeluarkan pernyataan seperti itu, apalagi dalam acara dialog nasional Reuni 212 yang juga dihadiri pemimpin FPI, Habib Rizieq Syihab.

“Dia sadar enggak sebagai anggota DPR RI? Kalau dia sebagai anggota DPR RI, dia mengerti peristiwa apa yang harus dilakukan oleh Fadli sebagai anggota DPR,” kata Ngabalin kepada wartawan, Rabu (2/12).

“Enggak usah ngomong di luar. Dia punya kewenangan melakukan kontrol pada pemerintah. Enggak usah nyari panggung di luar. Panggung DPR kan luar biasa, ngomong aja di DPR atas nama fraksi, undang pemerintah, itu cara kerja yang benar,” tambahnya.

Ia menjelaskan, pernyataan Fadli yang seakan menyudutkan pemerintah tidaklah tepat diucapkan. Apalagi, kini Gerindra sudah menjadi partai koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

“Gerindra kan juga kan ada di pemerintah, jadi kalau dia mau ngomong atas nama DPR aja. Enggak usah cari panggung di mana-mana,” tambahnya.

Bicara soal tudingan Islamofobia, Ngabalin secara tegas menyatakan pernyataan Fadli tidak benar. Ia justru mempertanyakan pemahaman Fadli terkait islamofobia.

“Kalau ngomong Islamofobia emang dia tahu apa itu? Emang dia punya orientasi paham pergerakan Islam itu apa?” tanya Ngabalin.

Sebelumnya, Fadli Zon melontarkan kritik keras pada pemerintahan terkait beberapa kebijakan dan sikap atas berbagai aksi yang digelar umat Islam. Bahkan, ia mengatakan, pemerintah terkesan Islamofobia pada berbagai kebijakannya.

“Saya ada kesan sekarang ini pemerintah terkesan Islamofobia di dalam berbagai kebijakan. Ini (pemerintah) salah membaca, kemudian nanti tentu saja mendiagnosa salah resep, salah urus gitu ya,” kata Fadli.

Anggota Komisi I DPR itu menyebut sebuah negara dapat hancur karena sejumlah sebab, seperti masalah kepemimpinan, stagnasi atau resesi ekonomi, ketidakadilan antara pusat dan daerah, seperti yang dialami Uni Soviet sehingga terpecah menjadi 15 negara. {kumparan}