Harun Masiku, Eks Caleg PDI Perjuangan Yang Masih Hilang Dan Belum Juga Ditangkap KPK

Sudah lebih dari sebelas bulan, Harun Masiku belum berhasil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu masih hilang, entah di mana rimbanya.

Harun berhasil lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020. Saat itu, KPK hanya berhasil menangkap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan tujuh orang lainnya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan Harun berada di luar negeri ketika terjadi OTT. Harun sempat melancong ke Singapura pada 6 Januari.

Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Arvin Gumilang pada 13 Januari menyebut Harun belum kembali ke Indonesia. Namun, faktanya Harun sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari atau sehari sebelum KPK menggelar OTT.

Kepulangan Harun ke Indonesia diungkapkan langsung oleh Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Sompie.

Atas selisih keterangan itu Kemenkumham berdalih terjadi kerusakan sistem imigrasi sehingga Harun dan ratusan penumpang saat itu tak tercatat dalam data kedatangan. Ronny Sompie lantas dipecat.

Keterangan Sompie soal kepulangan Masiku diikuti oleh keterangan KPK yang mengaku sudah mengetahui Harun berada di Jakarta sebelum OTT.

Lembaga yang dipimpin Firli Bahuri Cs itu bahkan sudah mengendus keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta, saat melakukan operasi senyap.

Duduk Perkara

Harun diduga memberi suap ke Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Keimas yang lolos ke DPR dari Dapil Sumatera Selatan I, namun meninggal dunia.

Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan. KPU telah menetapkan Riezky Aprilia, kader PDIP lainnya sebagai pengganti Nazarudin.

Pada 7 Januari, KPU sudah menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun menggantikan Nazarudin dan tetap memutuskan Riezky sebagai penggantinya.

KPK menetapkan Harun, Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka. Kasus ini juga turut menyeret nama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Sebulan Harun hilang, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan pihaknya masih terus berupaya mencari keberadaan mantan politikus PDIP itu. Ia pun meminta kepada masyarakat memberi kesempatan

KPK lantas memasukkan nama Harun dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 27 Januari lalu. Lembaga antikorupsi itu juga meminta bantuan Polri untuk mencari pria kelahiran Ujung Pandang 21 Maret 1971 tersebut.

Firli mengklaim KPK telah menempuh sejumlah cara untuk memburu Harun. Tim KPK dikirim ke Sumatera Selatan serta Sulawesi Selatan, namun masih nihil. Harun sempat terendus pulang ke rumah istrinya di BTN Bajeng Permai, Kelurahan Kalebajeng, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

“Cari orang itu enggak gampang memang ya, itu sama dengan cari jarum dalam sekam,” kata Firli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 27 Januari.

Membentuk Satgas

Upaya KPK mencari Harun berlanjut dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus. Namun, langkah tersebut belum juga berbuah hasil.

Di tengah perburuan tersebut, KPK membuka opsi untuk mengadili Harun secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka. Proses itu akan ditempuh jika sampai pelimpahan berkas perkara ke pengadilan Harun belum juga diketahui keberadaannya.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berkata akan mengevaluasi satgas karena tak kunjung berhasil menemukan Harun hingga Agustus 2020. Ia juga berencana menambah anggota satgas agar pencarian maksimal.

Lagi-lagi, Harun tak berhasil ditangkap. KPK seakan tak berkutik untuk membongkar lokasi persembunyian pria yang juga berprofesi sebagai advokat tersebut.

Deputi Penindakan KPK Karyoto pada Oktober 2020 lalu sudah mengevaluasi tim satgas pencarian Harun Masiku. Pasalnya, KPK belum mendapat informasi signifikan mengenai keberadaan yang bersangkutan.

Di tengah pencarian Harun, proses hukum terhadap tersangka lain tetap bergulir. Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair 4 bulan kurungan.

Kemudian Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara ditambah pidana denda yang sama dengan Wahyu. Sedangkan kader PDIP Saeful Bahri divonis 1 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta subsidair empat bulan kurungan.

Saat para tersangka lain telah divonis bersalah, Harun masih menjadi misteri. Ia benar-benar tak terendus KPK, yang mengaku sudah melakukan berbagai cara untuk membawanya ke Kuningan.

Apakah Harun akan berhasil ditangkap atau menjadi legenda sampai Firli dan kawan-kawan mengakhiri masa tugasnya pada Desember 2023. Atau jangan-jangan Harun sudah tinggal nama karena keberadaannya membahayakan salah satu petinggi partai banteng.

Buron Lain KPK

Tim penyidik KPK juga masih belum berhasil ‘menyeret’ sejumlah tersangka yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Mereka antara lain Bos PT Borneo Lumbung Energy & Metal (BLEM) Samin Tan, suap pengurusan terminasi atau penghentian kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).

Samin Tan ditetapkan tersangka oleh KPK pada 15 Februari 2019. KPK memasukkan nama taipan Samin Tan ke dalam DPO pada 17 April 2020.

Kemudian suami-istri, Sjamsul dan Itjih Nursalim yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Mereka masuk dalam DPO sejak 2019.

KPK meminta bantuan Sekretariat National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia untuk menangkap Sjamsul dan Itjih sejak 6 September 2019. Sjamsul dan Itjih diketahui kini telah menetap di Singapura.

Terakhir, Izil Azhar yang merupakan tersangka penerimaan gratifikasi terkait pembangunan proyek Dermaga Sabang tahun 2006-2011. Izil merupakan orang kepercayaan mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.

Sejak diumumkan menjadi buronan pada 26 Desember 2018, Ayah Merin, sapaan akrab Izil, belum juga diketahui keberadaannya hingga saat ini. Izil juga mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Sabang.

Adapun sejumlah tersangka berstatus buron yang berhasil dicokok KPK, salah satunya antara lain Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, lalu Rezky Herbiyono yang merupakan menantu Nurhadi dan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.

Lembaga antirasuah menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai DPO sejak Februari 2020. Ketiganya merupakan tersangka suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.

KPK menerjunkan tim ke sejumlah daerah untuk mencari para tersangka. Khusus Nurhadi, penyidik KPK mencarinya sampai ke rumah ibu dari istri Nurhadi, Tin Zuraida, di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Karena tak menemukan jejaknya, KPK bergerak ke rumah adik dari istri Nurhadi di Surabaya, Jawa Timur. Setelah beberapa bulan memburu, KPK berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky pada 1 Juni 2020. Mereka ditangkap di sebuah rumah di Jakarta Selatan.

Selang beberapa bulan usai penangkapan Nurhadi dan Rezky, tim penyidik KPK berhasil menangkap Hiendra Soenjoto, di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Banten, 29 Oktober lalu. Ketiga tersangka telah diproses. Nurhadi dan Rezky kini sudah dibawa ke meja hijau. {CNN}