News  

Digital Event Nasional RATU: Risalah Akhir Tahun 2020

Penyelenggaraan digital event RATU (Risalah Akhir Tahun) 2020 pada hari Sabtu (26/12/2020) telah disaksikan lebih dari 80 ribu muslimah di Indonesia dari berbagai kalangan.

Dan, tercatat 500 peserta yang mengikuti acara ini melalui virtual meeting zoom. Acara nasional bertema “Berkah dengan Khilafah” ini, telah menjadi agenda rutin setiap akhir tahun yang diselenggarakan oleh kelompok dakwah muslimah.

RATU 2020 yang kini diselenggarakan melalui virtual meeting zoom dan streaming di beberapa sosial media, telah menghadirkan para tokoh muslimah di Indonesia, serta para narasumber yang intelektual.

Hj. Firda Muthmainnah, S.Si selaku MC mengawali agenda perdana ini dengan menyapa para peserta dan penonton, serta menggambarkan tema yang dibahas.

“Dimana muslimah berbincang tentang tema yang berhubungan dengan demokrasi dan Khilafah. Dimana (demokrasi), membuat wanita tak kunjung merasakan kesejahteraan” tutur Firda.

‘Saatnya muslimah bersuara menyoal penataan negeri yang menghasilkan kesengsaraan, mencari solusi sejati dengan Khilafah. Mari memproses diri menjadi Mush’ ab bin Umair abad ini’, menjadi garis besar agenda RATU tahun ini.

Diskusi hangat digital event RATU 2020 dipandu oleh Ustadzah Nanik Wijayanti, S.P selaku host dan aktivis pendidikan dan dakwah, ditemani oleh tiga narasumber intelektual; Hj. Ir. Dedeh Wahidah Achmad (Konsultan dan trainer keluarga sakinah), Pratma Julia Sunjandari,S.P (Pengamat kebijakan publik), dan Ratu Erma Rahmayanti, S.P, (Pemerhati kebijakan keluarga dan generasi).

“Sekarang tidak hanya terpapar demokrasi, melainkan (masyarakat) percaya bahwa kehidupan akan lebih baik dengan demokrasi” kata ustadzah Nanik.

Ibu Dedeh selaku narasumber pertama, memaparkan fakta-fakta bobroknya demokrasi. “Demokrasi mengingkari hukum-hukum Allah”ucap beliau.

Kemudian, diskusi beralih ke narasumber kedua yakni Ibu Pratma yang menguak perbandingan demokrasi dan Khilafah. Ibarat kebathilan dan kebenaran yang tidak bisa disatukan. Perbedaan yang kontras itu menggambarkan rusaknya demokrasi yang diterapkan saat ini. Beliau mengatakan demokrasi memiliki permasalahan besar dengan ketidakadilan dan kemandirian negeri.

Perbedaan yang signifikan mengenai perilaku aparat negara kepada para koruptor dan pencuri coklat menggambarkan ketidakadilan yang sangat mencolok. Di lain sisi utang Indonesia yang semakin meningkat menunjukkan bahwa Indonesia krisis kemandirian dalam menangani ekonomi negeri.

Ibu Ratu Erma sebagai narasumber ketiga melanjutkan pembahasan diskusi dengan membahas fakta Khilafah yang menjadi sistem pemerintahan terbaik yang solutif serta menjadi sistem rahmatan lil ‘alamiin.

“Seorang pemimpin itu menghadirkan Allah dalam dirinya”kata beliau di awal. “Dalam Khilafah masalah dari rakyat kecil pun akan segera direspon karena adanya wakil-wakil Khalifah”lanjut beliau.

Ibu Ratu Erma juga memaparkan perbandingan peran perempuan dalam demokrasi dan Khilafah. Jika dalam demokrasi, perempuan justru diperas tenaganya untuk bekerja dan laki-laki banyak yang menganggur karena minimnya lapangan kerja, dalam sistem Khilafah perempuan akan dilindungi dan Khalifah akan mengelola sumber pencarian sehingga perempuan tidak akan memiliki kewajiban menafkahi karena laki-laki akan diberi pekerjaan.

Tak ketinggalan testimoni dari tiga tokoh masyarakat yaitu Ustadzah Irena Handono (Pakar Kristologi), Ibu Hj. Komariyah (Pembina 60 Majelis Taklim), dan Ibu Dr. Ir. Pigoselpi Rokhmin Dahuri,M.Si (tokoh masyarakat).

“Begitulah kondisi demokrasi saat ini. Dia sudah mati, dan tidak bisa diharapkan hidup lagi”kata Host saat memasuki sesi tanya jawab.

Demokrasi tidak akan bisa diperbaiki bagaimana pun caranya, karena sistem ini telah rusak dari akarnya. (Asma Ramadhani (Siswi SMAIT IBS Al Amri))