Ramadhan Kita, Ramadhan Istimewa

Ramadhan sudah kian dekat. Bulan yg dinanti karena kebaikan dan kenikmatannya. Tentu hanya orang beriman yang menantinya. Karena jika tidak beriman, Ramadhan hanya beban yang memberatkan dan menghilangkan kenikmatan.

Setiap keluarga mukmin ingin Ramadhannya bertenaga dan berkesan serta meningkat lebih baik. Hanya saja, sering kali kita baru merasakan bahwa Ramadhan kita dan keluarga kurang maksimal setelah berada di penghujungnya. Salah satu penyebabnya adalah persiapan yang tidak baik.

Perjalanan Ramadhan itu bagai menempuh taman hijau yang menanjak. Indah bagi yang tidak mempedulikan bentuk jalannya.

Bagi yang sibuk menilai jalan yang melelahkan itu, maka taman hijau di kanan kirinya hampir tak berarti Keindahannya. perjalanan ini tak hanya sehari atau dua hari, tetapi satu bulan penuh.

Perjalanan seperti itu, bagaimana tidak disiapkan sebaik mungkin perbekalannya.
Pasti. Perjalanan panjang itu memerlukan persiapan yang baik. Gagal pada persiapan, bisa menimbulkan masalah pada perjalanan.

Jika demikian, persiapan apa yang kita perlukan? Persiapan itu telah diajarkan Rasulullah pada dua bulan sebelumnya; Rajab dan Sya’ban.

Jika dua bulan; Rajab dan Sya’ban kita siapkan sebaik mungkin, maka Ramadhan akan menjadi sangat istimewa. Karena Ramadhan adalah gabungan antara meninggalkan dosa dan hal-hal yuang membatalkan Ramadhan dan melakukan amal sebanyak-banyaknya.

Apa yang harus dilakukan bagi kita dan keluarga kita untuk menyiapkan diri menghadapi Ramadhan?
– Persiapkan ilmu.
– Cari tau apa keistimewaan bulan Ramadhan?
– Baca lagi Fiqih seputar Romadhon.
– Bagaimana mempersiapkan ananda dibulan Ramadhan? dll
– Pastikan kemusyrikan telah bersih
– Pastikan telah terlerai pertengkaran
– Segera bayar hutang Ramadhan.
– Ramadhan adalah momentum terbaik untuk:
– Melakukan Pertaubatan
– Memulai Perubahan (Hijrah)
– Mengokohkan Kepribadian
– Menambah Tsaqofah Islam
– Mendekat Pada Al Qur’an
– Menambah Sedekah
– Mengoptimalkan Dakwah
– Menguatkan Keluarga
– Membangun Habit Baru

Namun hal itu hanya program individu, dan apakah kita hanya mencukupkan diri dan perubahan parsial secara individu saja? Tentu tidak, sudah selayaknya kita juga menambah ilmu dengan pemikiran yang cemerlang bahwa ada banyak hikmah yang kita dapat dari bulan ini yang hakikinya adalah bulan perjuangan dan kemenangan bagi umat Islam.

Bulan Ramadhan yang kita lalui dengan tiada makan dan minum, kadang kala membuat umat Islam bermalas-malasan disaat bulan Ramadhan dan menurunkan padanya aktivitas. Jika kita fikirkan, memang benar badan orang berpuasa akan jauh lebih lemah dibandingkan dengan yang tidak berpuasa.

Namun secara historis, hal tersebut tidak terjadi dengan para sahabat. Energi spiritual puasa yang mereka miliki luar biasa. Orang yang berpuasa mampu mengeluarkan kekuatan yang dahsyat. Inilah fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri dan telah mereka ukir dengan gemilang sebagai pelajaran bagi kita semua saat ini.

Para sahabat dan generasi setelahnya, menjadikan Ramadhan sebagai momentum semakin semangat memperjuangkan Islam. Mereka tidak menyendiri di sudut-sudut masjid atau terus menerus berdzikir bagi dirinya sendiri, namun mereka maju dan menjadi orang yang terdepan dalam mendakwahkan Islam demi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Perilaku seperti ini telah ditanamkan sejak masa Nabi SAW.

Tercatat sejumlah peristiwa penting pada bulan Ramadhan. Tujuh belas bulan setelah Hijrah, Nabi mengirim detasemen Hamzah yang membawa bendera pertama yang diserahkan oleh baginda SAW. Detasemen ini dikirim untuk menghadang rombongan kaum Quraisy yang datang dari Syam menuju ke Makkah.

Perang Badar Kubra yang disebut dalam Alquran sebagai Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) meletus pada hari Jum’at, 17 Ramadhan 2 H. Jumlah pasukan kaum Muslim saat itu hanya 313, terdiri dari 1 menunggang kuda, sisanya jalan kaki. Tercatat 14 di antara mereka sebagai Syuhada’ Badr. Sementara pasukan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang; 80 orang pasukan berkuda, sisanya jalan kaki; 70 orang gugur, 70 lainnya menjadi tawanan perang. Dalam peristiwa ini, pasukan kaum Muslim di-bantu oleh 5.000 malaikat (QS. Ali ‘Imran [3]: 125).

Pada tahun ke-8 Hijrah, Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Makkah, tepat hari ke-10 di bulan Ramadhan. Penaklukan kota Makkah ini juga disebut penaklukan agung (al fath al-a’dham). Kaum Kafir Quraisy pun berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Abu Sufyan dan para pemuka Kafir Quraisy.

Pada saat itulah, turun perintah untuk menghancurkan berhala dari sekitar Ka’bah. Karena itu, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai syahru al jihad wa al intishar (bulan Jihad dan Kemenangan).

Di bulan yang sama Khalid bin Walid menghancurkan tempat penyembahan Al Uzza di Nakhlah. Peristiwa ini terjadi pada lima hari terakhir di bulan Ramadhan. Saat itu Khalid berkata kepada Nabi SAW: “Itulah Al-Uzza. Ia tidak akan lagi disembah lagi selama-lamanya.”

Sekitar 80 tahun kemudian, tepat 28 Ramadhan 92 Hijrah, pasukan kaum Muslimin berhasil menaklukkan Andalusia yang kini dikenal sebagai Spanyol. Pasukan Muslim dipimpin oleh Panglima Thariq bin Ziyad. Pasukan Islam berhasil mengalahkan Roderick dan pasukannya dalam perang yang berlangsung sangat sengit.

Perang ini dikenal sebagai ‘Perang Buhairah’. Kemenangan didapatkan pasukan Islam setelah menguasai Selat Jabal Thariq (Gibraltar) dan membakar semua armada kapal perangnya. Pidatonya yang terkenal: “Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?”

Ramadhan 584 H, pasukan kaum Muslimin di bawah pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi mendapat kemenangan besar atas tentara Salib di Palestina. Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Salib. Ketika bulan Ramadhan, penasihat-penasihat Salahuddin menyarankan agar dia istirahat karena risau ajalnya tiba.

Tapi Salahuddin menjawab “Umur itu pendek dan ajal itu senantiasa mengancam”. Pasukan Islam yang dipimpinnya terus berperang dan berjaya merampas Benteng Shafad yang kuat. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan.

Banyak lagi peristiwa sejenis yang terjadi di bulan Ramadhan. Kaum Muslimin sejak generasi pertama menyadari betul betapa besar pahala di bulan ini. Makanya mereka pun beramal tidak ala kadarnya. Mereka pun memilih amalan-amalan yang tergolong berat demi mendapatkan pahala yang jauh lebih besar.

Jika para sahabat sedemikian rupa memperjuangkan Islam di bulan Ramadhan, lalu bagaimana dengan kita saat ini?. Jika melihat kondisi umat Islam di masa sekarang, tantangan kaum Muslim sebenarnya tak kalah beratnya. Kaum Muslimin di seluruh dunia menghadapi berbagai persoalan pelik.

Di berbagai belahan dunia umat Islam mengalami ketertindasan secara fisik, sebut saja Rohingya, Palestina dua negeri kaum muslimin yang sudah berulangkali melalui Ramadhan dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Pun begitu dengan negeri Islam lainnya yang terjajah secara pemikiran, politik maupun ekonomi.

Kesempitan hidup dalam sistem Sekuler-kapitalis telam membuat umat Islam ada dalam penderitaan yang tiada berkesudahan. Jika kita dalami akar dari persoalan tersebut aalah ketiadaan penerapan syariah Islam dalam wadah yang syar’i yakni khilafah.

Kaum Muslim masih dicengkeram oleh penjajahan model baru sehingga mereka tak mampu berbuat banyak. Padahal bulan Ramadhan yang juga didalamnya terdapat malam diturunkannya Al-Qur’an, seharusnya mengingatkan kita bahwa sistem saat ini sungguh telah jauh dari Al-Qur’an dan tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai Way Of Life yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Maka, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk terus mengumandangkan penegakan syariah dan khilafah untuk menyadarkan umat apalagi di bulan Ramadhan. Sebab, inilah saatnya kaum Muslimin memiliki kedekatan kepada Allah.

Dakwah di bulan agung dan berkah ini pun akan berpahala besar di sisi Allah, melihat beratnya usaha mengembalikan kehidupan Islam di tengah kerusakan seperti sekarang. Maka, Ramadhan adalah momentum dakwah yang luar biasa guna mengokohkan perjuangan syariah dan khilafah sebagai solusi terhadap persoalan umat.

Dengan penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) kita dapat meraih kemenangan yang hakiki yakni membebaskan penyembahan dari manusia menjadi penyembahan kepada Allah secara total dengan menerapkan seluruh aturannya. WallÃhu aâlam bi ash-shawab

Lilik Solekah, SHI.