News  

Jenderal AH Nasution Pemberantas PKI Tak Masuk Kamus Sejarah, Masyarakat Mandailing Protes Keras

Masyarakat suku Mandailing asal Sumatera Utara (Sumut) mengkritik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang tak mengakomodasi tokoh-tokohnya, seperti Jenderal Besar Abdul Haris Nasution ke dalam Kamus Sejarah Indonesia.

“Kami dari masyarakat Mandailing memiliki tokoh-tokoh yang juga berperan penting dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, dan beberapa namanya belum disebutkan secara proporsional di dalam Kamus Sejarah tersebut,” kata Sejarawan Mandailing, Imsar Muda Nasution, Rabu (28/4)

Imsar menyebutkan tokoh Mandailing yang tidak dimasukkan Kemendikbud dalam Kamus Sejarah di antaranya ialah, pertama, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang merupakan eks Kepala Staf Angkatan Darat, Wakil Panglima Tentara Keamanan Rakyat, hingga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

Ia, kata Imsar, berjasa besar dalam perumusan perang gerilya di masa awal kemerdekaan RI, penumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948, Republik Maluku Selatan (RMS), Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), pemberontakan PRRI/Permesta, hingga penumpas Gerakan 30 September/PKI.

“Sebagai Ketua MPRS dia pernah melantik Presiden Suharto dan mempunyai peran dalam melarang ideologi Komunis di Indonesia. Itulah sebabnya kenapa rumah pribadinya dijadikan museum,” imbuhnya.

Tokoh kedua, lanjutnya, adalah SM Amin Nasution, yang merupakan tokoh Sumpah Pemuda 1928. Amin pernah menjadi Gubernur Sumatera Utara dan Riau dan kini sudah diangkat jadi Pahlawan Nasional.

Tokoh ketiga, Kolonel Zulkifli Lubis yang dikenal sebagai Bapak Intelijen karena dianggap sebagai peletak dasar berdirinya Badan Intelijen di Indonesia.

Imsar menyebut Zulkifli Lubis masuk ke pelatihan paramiliter Jepang Seinen Dojo di Yogyakarta selama enam bulan pada pertengahan kedua 1942 atau di usia 18 tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Pada 1943, ia terpilih menjadi salah satu taruna gemblengan Jepang di PETA (Pembela Tanah Air) karena potensi kepintaran dibanding fisiknya. Selama di PETA, ia menjadi angkatan pertama yang lulus dari sekolah intelijen Jepang di Tangerang.

“Setelah itu, ia dikirim ke pusat intelijen Jepang di Asia Tenggara yang terletak di Singapura pada pertengahan 1944. Pada 7 Mei 1946, para perwira intelijen itu diberikan kartu pengenal dan resmi menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Zulkifli menjadi kepalanya dan langsung bertanggung jawab di bawah kendali Sukarno,” sebutnya.

Sementara itu, Deklarator KMMPI (Koalisi Masyarakat Mandailing Peduli Identitas) Syahrir Nasution menyebutkan kamus sejarah itu menyesatkan apabila hendak menghilangkan jejak tokoh bangsa.

“Masih banyak tokoh asal Mandailing yang layak dimasukkan ke dalam buku tersebut,” ujar dia, “Kami menyampaikan agar Kemendikbud untuk meminta maaf, menarik segera buku tersebut dari peredaran dan merevisi buku tersebut sesuai porsi yang seadil-adilnya bagi para pejuang dan tokoh bangsa.”.

Kamus sejarah itu sendiri sudah lebih dulu menuai kritik lantaran tak mengakomodasi pendiri Nahdlatul Ulama Hasyim Asy’ari dan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid. Hal ini menuai kritik keras PBNU.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengaku Kamus Sejarah Indonesia itu belum sempurna dan tidak lengkap meski menyebut kamus tersebut hasil kerja menteri era sebelumnya.

“Ada berbagai macam isu, bukan hanya dari pihak NU. Tapi kita sudah menemukan banyak ketidaklengkapan yang akan kita segerakan untuk merivisi kamus sejarah ini,” katanya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (22/4).

Ia berjanji akan memastikan kejadian seperti ini tak akan terulang lagi di masa kepemimpinannya dengan melibatkan organisasi masyarakat dan sejarawan.

“Dan kami mohon maaf dengan segala ketidaknyamanannya. Ini pun isu yang mengagetkan kami di Kemendikbud. Tapi dengan seperti biasanya kami akan selalu bergerak cepat,” aku Nadiem. {cnn}