Jenggala Center Kritisi Golkar Dibawah Airlangga

 

Syamsuddin Radjab, Direktur Eksekutif Jenggala Center menjadi salah satu pembicara diskusi publik yang bertajuk “Menyorot Wajah Golkar Bersih di Bawah Kepemimpinan Airlangga Hartanto” di D’hotel, Jakarta Selatan, Senin (19/3/2018). Pelaksana diskusi ini adalah Generasi Muda Partai Golkar (GMPG).

Syamsuddin Radjab mengungkapkan bahwa Partai Golkar sebagai partai yang dimanjakan penguasa masa lalu, dan apalagi partai ini sedang dipimpin “anak mami” dibawah kepemimpinan Airlangga yang belum pernah teruji oleh zaman yang menggeliat dalam tekanan, Partai Golkar ini masih sangat terkesan oportunis tanpa ideologi perjuangan yang jelas dan rekrutmen berdasarkan perkoncoan dan kedekatan secara personal.

“Dan bukan prinsip prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT),” ujar Syamsuddin di hadapan peserta diskusi.

Masih menurut Syamsuddin Radjab, sejumlah kader Golkar yang dicekok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baik karena operasi tangkap tangan (OTT) ataupun hasil penyidikan sejak awal keterpilihan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar membuktikan bahwa jargon “Golkar Bersih” hanya basa-basi belaka tanpa tekad kuat untuk mewujudkan tujuan Partai Golkar yang sesungguhnya dan kepengurusan antikorupsi.

“Ditambah dengan banyaknya kader Partai Golkar bermasalah dengan hukum diberikan jabatan strategis dalam kepengurusan yang dipimpinnya,” tukasnya.

Syamsuddin Radjab menyebutkan, pencopotan Melchias Marcus Mekeng sebagai Ketua Fraksi Golkar juga memantik protes keras di kalangan GMPG dikarenakan Melchias Marcus Mekeng pun diduga terlibat dugaan kasus korupsi, seperti kasus PPID dan kasus Korupsi KTP-elektronik. Ini bisa merusak citra Golkar yang mengusung tagline “Golkar Bersih” Sebut Syamsuddin.

“Kritik keras itu telah disuarakan dengan lantang oleh GMPG. Sungguh sikap yang berani dan begitulah seharusnya kader muda Golkar sebagai bentuk kecintaan kepada partainya agar lebih baik dan benar. Bukan memelihara kader pragmatis dan opurtunis hanya karena jabatan dan kedudukan,” kata Syamsuddin.

Lebih jauh, Syamsuddin Radjab juga manambahkan Airlangga Hartarto yang tidak berani disebut sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2019 yang akan datang.

“Ketika namanya sebut sebagai cawapres di media dengan cepat menyampaikan dan menyangkalnya. Sungguh ironi, partai besar pemenang pemilu kedua kader disebut sebagai cawapres apalagi maju sebagai Presiden,” katanya.

Hal tersebut, kata Syamsuddin Radjab sangat berbanding berbalik dengan partai lain seperti PAN atau PKS. Walaupun perolehan suaranya jauh dibanding Golkar, PAN dan PKS,  partai-partai tersebut berani mengusung ketua umumnya untuk maju dalam kontestasi Pemilu 2019. Bahkan PKS menawarkan sembilan kader terbaiknya untuk menjadi Capres.

“Di sini, bukan soal besar atau kecil, tapi soal nyali pemimpin, berani menjadi capres atau menjadi pecundang dengan tetap menghamba kepada kekuasaan sebagai kacung politik tak berharga,” tutup mangan Ketua PBHI ini.