News  

Andi Syafrani: Amandemen UUD 1945 Bikin Resah dan Berbahaya

Wacana MPR untuk mengamandemen UUD 1945 untuk yang kelima kali dinilai berbahaya. Pasalnya, amandemen itu berpotensi membuat Indonesia kembali ke era Orde Baru dimana jabatan presiden tak lagi hanya dua periode.

Demikian pandangan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Andi Syafrani yang dikutip redaksi, Kamis (2/9).

Amandemen UUD 1945 sendiri kabarnya hanya dilakukan secara terbatas, yakni untuk menambah 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara),

dan menambahkan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.

Meski demikian, menurut Andi, amandemen tersebut harus diwaspadai. Sebab, dengan masuknya PPHN, maka dengan sendirinya, secara implisit memberikan mandat tambahan kepada MPR, yang membuat MPR mempunyai kewenangan yang lain, dan kewenangan itu bisa saja berupa kewenangan untuk mengubah konstitusi.

“Dengan adanya kewenangan ini, maka MPR dapat menyelenggarakan rapat permusyawaratan untuk mengubah konstitusi, dan dalam perubahan itu bisa saja disusupi untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode,” kata Andi.

Andi menegaskan, tidak ada alasan bagi MPR untuk mengamandemen UUD 1945. “Dengan adanya amandemen itu kita setback ke Orde Baru dimana masa jabatan bisa diperpanjang menjadi kapan saja, sesuka penguasa, bahkan menjadi seumur hidup,” kata Andi.

Menurut Andi, hal ini tentunya mengkhianati amanat reformasi. Karena reformasi yang melahirkan keputusan untuk menetapkan masa jabatan presiden hanya dua periode.

Andi meyakini, jika masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode, akan menimbulkan gejolak sosial yang berimbas pada perekonomian.

“Pemerintah fokus saja pada agenda krusial, yakni mengendalikan pandemi Covid-19 dan menstabilkan perekonomian yang telah terdampak pandemi,” demikian Andi. {rmol}