Pernah Jadi Sipir Lapas Tangerang, Agun Gunandjar Soroti SOP Tidak Berjalan Benar Saat Kebakaran

Kebakaran yang menewaskan 44 orang narapidana di Lapas Klas I Tangerang, sangat memilukan. Anggota DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa, menyoroti ada masalah SOP yang tak berjalan saat api membesar.

Kepada kumparan, Agun bercerita pernah menjadi sipir di lapas yang sama pada tahun 1982-1985 setelah lulus dari Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP). Jauh sebelum dia menjadi politisi dan duduk di Senayan.

“Sebagai mantan sipir di LP yang sama tahun 1982-1985 di Lapas kelas I Tangerang yang kebakaran ini, diyakini SOP pengamanan tidak dijalankan secara benar,” ucap Agun, Kamis (9/9).

Selain SOP, Agun menyebut ada masalah terkait dengan kualitas dan mentalitas petugas, juga kontrol berjenjang mulai dari bawah yang tidak maksimal.

“Bukan masalah overcrowded, itu masalah umum yang terjadi di seluruh lapas,” tutur politikus Partai Golkar itu.

Dia menyebut lapas punya SOP dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi selama mengawasi warga binaan, termasuk kebakaran. Salah satu prosedur pencegahan itu adalah kontrol rutin untuk mencegah masalah di blok-blok yang dihuni napi.

“Saya pernah laksanakan kontrol malam-malam di deras hujan tanpa payung tanpa jas hujan, bawa senter dijinjing. Kontrol blok muterin seluruh kamar, seluruh blok, seluruh pos penjagaan, kurang lebih butuh waktu 1 jam lebih.

Keesokan paginya kertas yang tercetak di control clock di tempel di buku laporan, diperiksa atasan untuk diteruskan ke kalapas,” kisah Agun.

Lalu bagaimana jika terjadi kebakaran?

“(Kalau kebakaran) pasti diketahui dengan segera, karena di setiap blok ada petugas yang jaga, dan dikontrol oleh piket yang keliling. Pasti bisa diatasi, dicegah kebakarannya yang lebih meluas,” Agun Gunandjar

Langkah pertama saat ada kebakaran, kata Agun, adalah mengevakuasi napi. Evakuasi dilakukan setelah lapor kalapas dan saat itu juga lapor kepolisian setempat. Buka tutup kunci sudah ada protap dan tahapan dalam SOP.

Napi tak otomatis kabur saat pintu kamar dibuka karena ada beberapa pintu kunci yang bertahap dan terintegrasi. Mulai pintu kamar, pintu blok, pintu brandgang, pintu portir dalam, lalu pintu portir luar.

“Berlapis, pembukaannya tidak sekaligus. Mulai dari faktor penyebab kebakaran, langkah awal buka kunci-kunci kamar. Berkumpul di blok, apabila kebakaran tak teratasi terus melebar, buka kunci blok.

Juga lebih melebar baru buka pintu berikutnya, dan seterusnya. Itu cukup untuk langkah-langkah antisipasi korban yang lebih banyak,” bebernya.

Karena itu Agun heran ada 41 napi meninggal di lokasi saat api membesar. Jumlah yang amat besar dan perlu penjelasan secara kronologis dan lokasi bangunan, blok, kamar serta fasilitas secara detail.

“Apakah mereka terkunci oleh satu kunci? Dalam satu blok atau lebih? atau bagaimana? Apakah sama sekali tidak ada upaya pemadaman cepat? Pembukaan kunci, dan upaya sebagainya untuk menyelamatkan warga binaan? Siapa siapa saja warga binaan di dalamnya? Adakah biang atau bandar narkoba?” tanya Agun.

“Ini penting agar tidak berkembang ke hal-hal yang di luar tehnis, apalagi sampai menjadi isu politik,” tambahnya.

Agun turut menyampaikan prihatin dan berduka cita mendalam atas meninggalnya sejumlah warga binaan kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang.

“Saya mengusulkan untuk dijelaskan kronologinya, disertai lokasi dan sarana prasarannya, secara jujur. Pasti publik menerimanya, tidak jadi riuh perdebatan di publik,” pungkasnya. {kumparan}