Yusril Dampingi 4 Anggota KLB Moeldoko Gugat AD/ART Partai Demokrat 2020 Ke MA

Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah menjadi pengacara empat orang anggota Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang Moeldoko untuk mengajukan gugatan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA).

Empat orang yang identitasnya tak disebutkan oleh Yusril itu menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020 yang telah disahkan Kemenkumham.

Dalam keterangannya, Yusril menyatakan JR yang dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat. Adapun pihak termohon dalam pengujian ini adalah Menkumham Yasonna Laoly.

Yusril menyebut, langkah uji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Dia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena dibuat atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.

“Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?” kata Yusril dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (23/9).

Dia menilai MA merupakan lembaga yang tepat untuk menguji hal tersebut. Sebab jika tidak, ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan macam itu. Sebab, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, dinilai tidak berwenang menguji AD/ART.

Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tetapi tidak berwenang menguji AD/ART.

Pengadilan TUN juga dinilai tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

“Karena itu saya menyusun argumen — yang Insya Allah cukup meyakinkan — dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr Fahry Bachmid,

bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak,” kata dia.

“Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang,” ucap Yusril yang menilai kewenangan itu ada di MA.

Di sisi lain, Yusril mengatakan kedudukan Parpol sangatlah mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara. Setidaknya, ada 6 kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945.

Yusril menjelaskan, di dalam UUD 1945 disebutkan antara lain bahwa hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Usai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya.

Selain itu, di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan kepala daerah dan wakilnya.

Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.

“Nah, mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART?

Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator, padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi?” ucap Yusril.

“Jangan pula dilupakan bahwa partai-partai yang punya wakil di DPR RI itu juga mendapat bantuan keuangan yang berasal dari APBN yang berarti dibiayai dengan uang rakyat.

Saya berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola ‘suka-suka’ oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ART-nya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945,” sambungnya.

Atas dasar tersbeut, dia menilai MA harus membuat terobosan hukum untuk mau memeriksa, mengadili dan pemutus soal AD/ART partai. Dalam hal ini, yakni yang digugat Yusril mewakili 4 anggota KLB Moeldoko adalah AD/ART Partai Demokrat 2020.

“Apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak? Apakah perubahan AD/ART dan pembentukan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang atau tidak?

Apakah materi pengaturannya, seperti kewenangan Majelis Tinggi yang begitu besar dalam Partai Demokrat, sesuai tidak dengan asas kedaulatan anggota sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik?” kata dia.

Selain itu, kata Yusril, masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang perlu untuk dijawab terkait AD/ART partai. Sehingga dia menggungatnya ke MA.

Di sisi lain terkait pengesahan, Yusril menyebut, Menkumham memang diberi kewenangan untuk mensahkan AD/ART partai politik ketika partai itu didirikan dan mengesahkan perubahan-perubahannya. Namun dia menilai Menkumham juga dilarang punya kepentingan terhadap AD/ART tersebut.

Sehingga perlu pengujian di lembaga seperti MA agar AD/ART lepas dari potensi kepentingan macam itu.

“Menkumham tidak boleh punya kepentingan terhadap AD/ART sebuah partai yang diminta untuk disahkan. Jadi urusan prosedur pembentukan dan materi pengaturannya memang lebih baik diuji formil dan materil oleh Mahkamah Agung,” kata dia.

“Sehingga jika seandainya Mahkamah Agung memutuskan AD/ART itu bertentangan dengan UU, maka Menkumham sebagai Termohon tinggal melaksanakan saja amar putusan Mahkamah Agung, dengan mencabut Keputusan Pengesahan AD/ART partai tersebut,” sambungnya.

Yusril berpendapat bahwa pengujian AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung ini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di Indonesia.

“Bisa saja esok lusa akan ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ART-nya yang mengajukan uji formil dan materil ke Mahkamah Agung. Silahkan saja. Sebagai advokat, kami bekerja secara profesional sebagai salah satu unsur penegak hukum di negara ini sesuai ketentuan UU Advokat.

Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Urusan politik adalah urusan internal Partai Demokrat. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa kepada kami untuk ditangani,” pungkas dia. {kumparan}