Survei CPCS: Elektabilitas PDIP Tertinggi, Demokrat Masuk 3 Besar Menggusur Golkar

Elektabilitas Demokrat masih terus bergerak naik menembus dua digit dan menempatkan partai berlogo mercy tersebut di posisi tiga besar.

Temuan survei yang dilakukan Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan elektabilitas Demokrat mencapai 10,6 persen dan menggeser Golkar yang sebelumnya selalu berada pada urutan ketiga.

Naik elektabilitas Demokrat membayangi dua partai politik utama di kubu pemerintah, PDIP dan Gerindra. Kedua parpol tersebut masih tetap unggul pada peringkat pertama dan kedua.

Sementara itu di papan tengah, elektabilitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus bergerak naik dan kini meraih 5,0 persen.

“Demokrat masuk tiga besar partai politik dalam kontestasi menuju Pemilu 2024 dengan elektabilitas menembus 10 persen, sedangkan PSI memantapkan diri pada posisi papan tengah dengan elektabilitas 5 persen,” ungkap Direktur Eksekutif CPCS Tri Okta S.K. dalam press release di Jakarta pada Rabu (20/10).

Menurut Okta, naiknya elektabilitas Demokrat tidak lepas dari positioning sebagai partai oposisi dan keberhasilannya memanfaatkan kekurangan pemerintah dalam sejumlah kebijakan.

Gelombang kritik dari masyarakat selama ini terus mengalir, menyikapi berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap kurang memuaskan publik.

Elite-elite Demokrat juga menggunakan isu perpecahan internal di antara kader-kadernya dengan menuding adanya campur tangan istana.

Belakangan Yusril Ihza Mahendra yang berada di barisan Jokowi mendampingi sejumlah kader Demokrat yang dipecat untuk mengajukan gugatan terhadap AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung.

“Kenaikan elektabilitas Demokrat juga membuat kompetisi parpol-parpol papan atas makin dinamis,” lanjut Okta. Meskipun unggul, PDIP cenderung turun dan kini elektabilitasnya 17,4 persen atau di bawah 20 persen. Berikutnya Gerindra 13,3 persen, dan Golkar yang membuntuti Demokrat sebesar 8,5 persen.

Pada papan tengah, selain PSI ada PKB (5,7 persen), Nasdem (3,9 persen), dan PPP (2,5 persen).

PKS melorot menjadi 4,8 persen, dibayangi oleh Gelora yang mulai mengancam dengan meraih 1,0 persen. Sementara itu Partai Ummat besutan Amien Rais mencapai 1,7 persen, mengungguli PAN yang hanya 1,3 persen.

Pada papan bawah ada Perindo (0,9 persen), Hanura (0,7 persen), PBB (0,5 persen), PKPI (0,4 persen), dan Berkarya (0,3 persen), sedangkan Garuda dan Masyumi Reborn nihil.

Belakangan marak parpol-parpol baru, tetapi secara keseluruhan pemilih parpol lainnya hanya 0,9 persen. Sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 20,6 persen.

Survei CPCS dilakukan pada 5-15 Oktober 2021, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia.

Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sementara itu, survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memotret penurunan elektabilitas PDIP dan Gerindra. Hal ini dampak dari kondisi kesehatan publik yang tengah dilanda pandemi Covid-19.

Direktur Riset SMRC, Saidiman Ahmad mengatakan, memang ada kecenderungan dukungan pada PDIP dan Gerindra menurun setahun terakhir.

Dugaannya, untuk PDIP, ini terkait dengan kondisi kesehatan publik yang memburuk beberapa bulan terakhir akibat gelombang kedua pandemi Covid-19. Hal ini membuat pemerintah mengambil langkah pengetatan mobilitas warga yang pada akhirnya kembali memukul ekonomi sebagian masyarakat.

“Dalam hal ini, PDIP kena imbas dari ketidakpuasan warga atas kondisi itu,” jelas Saidiman saat dihubungi merdeka.com, Jumat (8/10).

SMRC melihat tren elektabilitas dari beberapa periode survei yang telah dilakukan. Meskipun PDIP tertinggi, tapi tren keterpilihannya terus turun. Oktober 2020 masih di 27,4 persen, lalu merosot jadi 24,9 persen pada Maret 2021.

Naik sedikit pada Mei dengan 25,9 persen, lalu merosot lagi pada September menjadi 22,1 persen.

Tapi menurut dia, penurunan yang terjadi masih pada tingkat yang wajar. Ini adalah koreksi dukungan yang wajar di tengah situasi yang memang memberatkan publik secara umum. Menurut dia, justru jadi aneh kalau kondisi memburuk, tapi tidak ada reaksi warga.

“Karena PDIP adalah kekuatan utama pendukung pemerintah, maka partai inilah yang menanggung reaksi warga tersebut,” katanya.

Sementara Gerindra, kata Saidiman, hal ini disebabkan karena partai seperti kehilangan sosok Prabowo. Dulu memimpin narasi oposisi pada pemerintah, sekarang justru menjadi bagian dari pemerintah yang sebelumnya dikritik.

Kata dia, warga yang sebelumnya menemukan kanal yang bisa menyalurkan kritisisme mereka, kini kurang menemukan itu pada Gerindra. Partai seperti PKS dan Demokrat justru lebih bisa menampung aspirasi kritis itu.

“Karena itu, wajar kalau Gerindra sekarang ini mengalami sedikit kemerosotan dukungan. Hal ini kemudian diperkuat oleh tokoh-tokoh partai yang dalam beberapa waktu terakhir memang cenderung tidak menunjukkan gerakan yang menjadi perhatian publik dan yang bisa meningkatkan soliditas pendukung,” terang Saidiman lagi.

Pada Maret 2020, elektabilitas Gerindra berada di 13,6 persen. Kemudian merosot pada Oktober 2020 menjadi 7,7 persen. Merangkak naik jadi 11,6 pada Maret 2021, turun lagi menjadi 10,7 pada Mei 2021. Kini berada di 9,9 persen.

Menurut Saidiman, Golkar tidak terdampak merosot seperti PDIP karena ada 3 faktor yang bisa jadi pemicu. Pertama, secara internal, Golkar cukup solid di bawah pimpinan Airlangga Hartarto. Kedua, Golkar memang nampak cukup konsisten bergerak melalui media-media luar ruang.

“Saya duga ini lumayan mendongkrak memori kolektif warga tentang Golkar, di mana pada saat yang sama, partai lain belum banyak bergerak,” jelas dia.

Ketiga, posisi Airlangga yang menjadi Menko Perekonomian dan Ketua KPC PEN juga menunjang kenaikan elektabilitas partai berlogo beringin tersebut.

“Golkar sejauh ini juga sangat solid mendukung program pembangunan ekonomi dan pemulihan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan itu dirasakan manfaatnya oleh publik luas,” jelas dia.

Pada Maret 2020, elektabilitas Golkar 8,4 persen. Kemudian Oktober 2020 naik jadi 9,9 persen. Kembali naik Maret 2021 menjadi 11,6 persen. Mei 2021 turun menjadi 10,9 persen. Lalu naik lagi pada September 2021 menjadi 11,3 persen {merdeka}