News  

Heran Jokowi Resmikan Pabrik Biodiesel Haji Isam, Denny Indrayana: Secara Etika Bermasalah

Guru Besar Hukum Tata Negara dan Senior Partner INTEGRITY Law Firm, Denny Indrayana, memberikan catatan terkait kunjungan Presiden Jokowi ke Kalimantan Selatan pada Kamis (21/10).

Dalam kunjungannya ke Tanah Bumbu, Jokowi meresmikan pabrik biodiesel yang didirikan PT Jhonlin Group milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.

Denny menuturkan, selang sehari setelah kunjungan Jokowi pada Jumat (22/10), seorang advokat bernama Jurkani melakukan advokasi atas kasus dugaan penambangan ilegal di daerah Tanah Bumbu, dibacok oleh sekelompok orang. Akibatnya, Jurkani mengalami luka parah di kaki dan tangannya.

“Kedua peristiwa tersebut, meskipun seakan-akan terpisah, sebenarnya menunjukkan satu benang merah, bagaimana politik bisnis batu bara bisa masuk ke dalam kepentingan politik dan penegakan hukum di tanah air,” kata Denny dalam keterangannya persnya yang disebar ke media-media, Minggu (24/10).

Pria yang akrab disapa Haji Denny itu menjelaskan, pertama kehadiran Jokowi meresmikan proyek yang didirikan Johnlin Grup miliki Haji Isam, seakan-akan tidak ada masalah dalam kondisi normal.

“Namun, sudah menjadi pemberitaan luas bahwa anak perusahaan Johnlin Grup sedang diduga terjerat perkara korupsi suap pembayaran pajak yang kasusnya sedang disidik KPK. Bahkan kasusnya pun sedang disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,” ucap Denny.

“Dalam persidangan bahkan ada saksi yang memberikan keterangan bahwa Haji Isam diduga terlibat dalam proses penyuapan kepada pegawai pajak tersebut,” tambah dia.

Eks Cagub Kalsel itu menuturkan, saksi tersebut pada akhirnya dilaporkan Haji Isam ke kepolisian karena dianggap mencemarkan nama baiknya. Laporan itu menurut Denny menjadi tantangan berat bagi LPSK untuk menjalankan sistem perlindungan saksi di tanah air atau witness protection program.

“Dalam kondisi sedang dijerat dugaan kasus demikian meskipun kita semua paham dengan asas praduga tidak bersalah adalah lebih etis dan bijak jika Presiden Jokowi tidak meresmikan proyek yang dimiliki oleh Johnlin Grup,” ucap Denny.

Denny Indrayana menekankan, kehadiran Jokowi akan menimbulkan persepsi politik hukum, bahwa Presiden melindungi Johnlin Grup dan Haji Isam.

Sebab, di tengah sistem penegakan hukum yang masih rentan dari intervensi keuangan dan kekuasaan, kehadiran Jokowi jelas adalah tindakan yang tidak pas dan amat rentan dikritik sebagai tindakan yang tidak etis.

“Memang, belum secara gamblang termasuk kategori menghalang-halangi proses penegakan hukum (obstruction of justice), namun paling tidak mempunyai batas yang sangat tipis dengan menggunakan kekuasaannya (trading of influence) untuk mempengaruhi proses penegakan hukum, utamanya di KPK dan Pengadilan Tipikor,” jelas Denny.

Denny Indrayana menambahkan, sedekat apa pun relasi kuasa dan dana antara Jokowi dengan Johnlin Grup termasuk Haji Isam, tetap ada batas-batas etika bernegara yang sangat ketat yang seharusnya dijunjung tinggi oleh Jokowi.

“Bukan hanya semata untuk menjaga proses penegakan hukum yang bebas dari intervensi siapapun, tetapi lebih jauh untuk menjaga marwah Presiden dan negara dalam berhubungan dengan benturan kepentingan, utamanya ketika berhadapan dengan pengusaha dan oligarki yang memang punya kedekatan relasi dengan diri sang Presiden,” ucap Denny.

Selain itu, Denny menilai sudah menjadi rahasia umum bahwa Jokowi, kalangan Istana, partai politik, dan banyak elite serta pejabat negara memang dekat dengan Johnlin Grup dan Haji Isam.

Hal ini dibuktikan tepat setahun lalu, pada hari Kamis (22/10/2020), Jokowi meresmikan pabrik gula miliki Johnlin Grup di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

“Saat itu, tidak terlalu problematik, karena belum muncul kasus pajak yang terkait dengan Johnlin Grup di KPK,” kata Denny.

Terkait pertanyaan apakah Jokowi dinilai salah meresmikan suatu proyek, jawabannya tentu tidak. Termasuk jika yang memiliki proyek tersebut pernah membantu pendanaan kampanye dalam pemilihan presidennya.

“Namun, sekali lagi, masalah utamanya adalah secara etika kalau pemilik proyek tersebut diduga sedang terjerat kasus hukum yang sedang berjalan,

dan ada keterangan saksi dan bukti-bukti yang mengarah kepada dugaan tindak pidana korporasi maupun pribadi sang pemilik proyek. Seorang Presiden tentunya harus sangat sadar dan paham soal etika hukum bernegara yang demikian,” ucap Denny.

Mengenai masalah pembacokan terhadap advokat Jurkani, Denny mengatakan perbuatan itu bukan hanya tindak pidana yang menciderai profesi advokat yang harus dilindungi.

Tetapi menunjukkan politik bisnis batu bara di Kalimantan Selatan, khususnya di Tanah Bumbu, penuh tantangan dan seringkali beririsan dengan tindak kekerasan, tindak pidana dan praktik mafioso.

“Polisi diberitakan sudah menangkap dua pelaku pembacokan. Namun, tidak sulit untuk mengkritisi, bahwa harusnya aparat penegak hukum menjerat pelaku utamanya,” kata Denny.

“Tindakan penambangan ilegal yang dilakukan dengan memasukkan alat-alat berat tentulah sangat mudah untuk membuktikan siapa penyandang dana dan pelaku utamanya.

Menangkap pelaku pembacokan semata atau hanya mengatakan tragedi tersebut hanya karena minuman keras, amat patut dikritisi,” lanjut dia.

Melihat dari kejadian ini, Denny menilai tidak aneh jika KPK dan polisi kesulitan untuk mengungkap siapa pelaku utama dugaan penyuapan pajak terkait Johnlin Grup ataupun dalang utama dibalik pembacokan advokat Jurkani.

Di sini lah profesionalitas dan integritas aparat penegak hukum diuji dan dipertaruhkan.

“Di Kalimantan Selatan penegakan hukum kita kembali diuji, apakah tajam tanpa pandang bulu, atau kembali lumpuh karena godaan kekuasaan dan keuangan,” tutup Denny. {kumparan}