News  

Terungkap! 6 Bandara Hingga LRT Jakarta Jadi Proyek Mangkrak dan Tidak Terpakai

Sejumlah infrastruktur yang dibangun pemerintah disebut mangkrak hingga tidak maksimal dipakai. Mulai dari LRT Jakarta hingga ada enam bandara.

Hal tersebut seperti diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio. Ia mengungkapkan sejumlah infrastruktur yang kini mangkrak bahkan tidak terpakai.

Pertama, Agus menyebut proyek LRT Jakarta. Menurutnya infrastruktur tersebut harusnya sudah beroperasi namun karena ada kesalahan dari sisi rel, membuat proyek tersebut tidak juga digunakan.

Menurut Agus, ada kesalahan dari sisi pengadaan rel yang digunakan, sehingga rel LRT yang digunakan berbeda dengan rel Kereta Api pada umumnya sehingga diperlukan Depo baru untuk menampung LRT.

“Misalnya seperti kereta cepat, LRT Jabodebek, itu kan belum jalan juga, padahal sudah lama, untuk LRT saya sudah bilang, itu kan relnya berbeda dengan rel yang dipakai kereta api, karena rel lebar itu untuk kecepatan diatas 120 KM/Jam, ngapain pakai itu,” kepada MNC Portal, (25/10/2021).

Menurutnya penggunaan rel yang berbeda itu akan justru menambah biaya pembangunan seperti bikin stasiun baru, karena rel yang digunakan berbeda dengan kereta api pada umumnya.

“Kalau sama kan bisa pakai depo manggarai karena sekarang beda, ya tidak bisa, dia harus bikin Depo, sehingga dari anggaran Rp20T menjadi Rp30T, hal itu kan sebenarnya masuk ke feasibility study,” tuturnya.

Proyek lainnya yang disebut dibangun namun tidak maksimal digunakan yakni setidaknya ada enam bandara. Mulai dari Bandara di Bandung, Tasikmalaya, Cilacap, JB Soedirman, Yogyakarta Internasional Airport, hingga Bandara Kertajati, Jawa Barat.

“Diselatan itu ada bandara Bandung, Tasikmalaya, Cilacap kemudian JB Soedirman terus ada YIA (Yogyakarta International Airport) itu bandara dekat-dekat seperti itu, emang ada berapa orang di Purbalingga yang menggunakan bandara,” sambungnya.

Permasalah studi kelayakan tersebut, diduga agus hampir sama dengan bandara Kertajati, yang minim aktivitas penumpang disebabkan oleh sulitnya akses integrasi ke bandara tersebut.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno menambahkan, terkait Bandara Kertajati, sampai saat ini masih belum tersambung oleh jaringan tol. Inilah yang menyebabkan lokasi ini masih sangat sepi dari penumpang.

“Lewat jalan pantura masuk kedalamnya jauh, lewat jalan tol belum ada aksesnya, tentu orang dari bandung lebih memilih ke Jakarta, karena kalau ke situ (Kertajati) bisa muter hingga 4-5 jam, sedangkan ke Jakarta cuma 3 Jam,” ujar sambung Djoko.

Sejak April 2020, bandara Kertajati sudah tidak melayani penumpang lagi, sebelumnya terdapat 4 maskapai yang memiliki slot penerbangan di bandara Kertajati, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, dan Wings Air.

Djoko menambahkan proyek mangkrak juga tidak hanya disebabkan oleh kurangnya FS, namun juga berubahnya kebijakan pemerintah daerah setiap ganti kepemimpinan.

Misalnya pembangunan LRT di Sumatra Selatan, sebelumnya pemerintah Provinsi Sumatera Selatan ada rencana perpindahan perkantoran di Jakabaring.

Proyek ini memakan biaya hingga Rp 12,5 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pada awal pembukaannya, moda transportasi ini menarik minat masyarakat setempat namun saat ini jumlah penumpang kini hanya 10%.

“Kalau sepi pemnat itu alasannya sederhana, dulu janjinya Pemprov Sumsel itu ada perpindah perkantoran gubernur di Jakabaring, sehingga bisa menimbulkan kebangkitan, tapi ternyata ganti gubernur ganti kebijakan,” kata Djoko. {idxchannel}