Amin Ak: Jangan Matikan BUMN Dengan Penugasan Di Luar Kemampuannya

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mendesak pemerintah menetapkan skala prioritas dalam memberi penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jika BUMN dipaksa mengerjakan proyek-proyek ambisius tanpa perencanaan matang pada akhirnya membuat BUMN mati.

“Suntikan penyertaan modal negara (PMN) tak mampu meningkatkan kinerja BUMN. Beberapa BUMN kondisinya merugi hingga nyaris bangkrut,” tegas Amin dalam keterangannya, Selasa (21/12).

Dana PMN yang dikucurkan pemerintah itu lebih banyak karena terkait penugasan. Padahal banyak BUMN beban saat ini terlilit utang, beberapa diantaranya berskala jumbo.

Tahun 2021, anggaran PMN mencapai Rp 85,68 triliun, termasuk tambahan alokasi yang belum lama ini diputuskan sebesar Rp 25 triliun.

Sepanjang tahun depan, alokasi PMN terbesar akan masuk ke Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp 28,84 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk kompensasi pembebasan lahan proyek pembangunan infrastruktur proyek strategis nasional (PSN).

PMN terbesar kedua akan masuk ke PT Hutama Karya sebesar Rp 23,85 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun delapan ruas tol Trans Sumatera (JJTS).

Alokasi PMN tahun 2021 terbesar masuk ke holding BUMN Asuransi Indonesia Financial Group (IFG) untuk menangani kasus korupsi Jiwasraya.

“Artinya, sebagian besar dana PMN dialokasikan untuk proyek-proyek penugasan pemerintah dan penanganan kasus korupsi di BUMN. Sulit mengandalkan PMN untuk menyehatkan kondisi BUMN yang terpuruk,” ujarnya.

Yang terjadi kemudian, di banyak proyek infrastruktur, PMN yang dikucurkan untuk BUMN hanya bisa membangun atau mengerjakan proyeknya.

Begitu proyek selesai, pengelolaan fasilitas strategis tersebut diserahkan ke pihak asing, karena BUMN kita kehabisan “nafas”. Bahkan sebagian terancam bangkrut karena kondisinya sudah sakit-sakitan.

Mengacu data Kementerian Keuangan sebagian besar BUMN dan lembaga pemerintah berisiko bangkrut meski sudah berkali-kali menerima PMN. Hal ini ditunjukkan oleh Altman Z-Score yang menunjukkan bahwa 68 persen BUMN berada dalam kondisi tertekan, dan hanya 32% yang kondisinya aman.

Sementara itu, 55 persen BUMN penerima PMN bahkan memiliki rasio utang terhadap ekuitas melebihi rata-rata industri. Sementara, yang sebanding dengan industrinya hanya 2%. Lalu, utang yang berada di bawah rata-rata industrinya tercatat sebanyak 34%.

Secara rule of thumb, DER suatu perusahaan biasanya dikatakan sehat apabila berada di bawah angka 1 atau 100%. Akan tetapi, tentunya angka tersebut ini berbeda-beda dari satu sektor ke sektor lainnya. Sebagai patokan, secara umum, batas wajar DER sendiri adalah 3 kali (300%) hingga 4 kali (400%).

Karena kondisi demikian, sulit BUMN untuk bersaing, terlebih dengan perusahaan dari luar negeri. Lama-lama BUMN banyak yang mati, kemudian investor asing masuk dan menguasai BUMN strategis.

“Ini sangat mengkhawatirkan karena BUMN merupakan salah satu pilar penting perekonomian nasional,” kata Amin. {realitarakyat}