Perajin Tahu-Tempe Mogok Produksi, Dedi Mulyadi Minta Pemerintah Intervensi soal Harga Kedelai

Di tengah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, kini masyarakat Indonesia kembali dihadapkan dengan isu kedelai. Mahal dan langkanya kedelai di pasaran membuat sejumlah pedagang tahu dan tempe berencana menggelar aksi mogok produksi.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah segera mengambil langkah taktis jangka pendek dan panjang untuk mengintervensi isu kedelai yang setiap tahun terus terjadi di Indonesia.

“Yang harus dilakukan pemerintah adalah mendorong agar jumlah produksi ditingkatkan, jangka pendek menyiapkan ketersediaan kedelai itu sendiri sesuai dengan kebutuhan pasar dengan melakukan intervensi karena ini adalah sebuah kebutuhan mendasar pangan rakyat,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Dedi meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan segera melakukan langkah dalam mendorong ketersediaan kedelai di pasaran sekaligus menstabilkan harga. Sebab harga akan stabil saat kedelai ada dan mudah didapat.

“Kedelai di kita memiliki kualitas baik, dan itu rasanya enak dibanding yang impor. Tapi sering kali untuk membuat tempe kurang diminati karena ukurannya dianggap kecil dibanding impor yang ukurannya besar. Itu yang mendorong pedagang menyukai kedelai impor,” katanya.

Selain itu minimnya produksi dalam negeri tak lepas dari kurangnya minat petani karena secara ekonomis harga kedelai jauh di bawah padi dan jagung. Sehingga dalam hal ini juga perlu intervensi agar ada langkah strategis dalam mengatasinya.

Pemerintah, kata Dedi, dalam hal ini Kementerian Pertanian harus segera membuat perencanaan mulai dari penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul yang sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping hingga sejumlah alat produksi pasca panen.

“Karena pasca panen harus ada mesin pemanas, mesin pemilahnya, kalau perlu disediakan karung kedelai. Karena salah satu problem di kita ini adalah karung dari petani bukan murni untuk kedelai tapi bekas.

Kemudian kedelai tidak dalam keadaan bersih karena bercampur dengan bahan lain. Sehingga pembeli tidak tertarik lagi. Untuk itu pemerintah harus intervensi. Karena kalau tidak ada intervensi sampai kapanpun kita akan impor,” kata Dedi.

Menurut Dedi, DPR RI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan langkah teknis di lapangan. Sehingga beberapa hari lalu pihaknya telah melakukan rapat gabungan. Sayangnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak hadir sehingga rapat ditunda.

“Yang punya langkah itu kan kementerian sehingga di rapat kemarin kita minta menteri perdagangan, menteri perindustrian dan menteri pertanian duduk bersama bicara dengan DPR agar seluruh langkahnya, kita dan publik mengetahui. Tapi kan kemarin Mendag tidak hadir, padahal Senin besok ada ancaman mogok,” ujarnya.

Ia menegaskan isu kedelai adalah isu klasik yang terus timbul setiap tahun dengan dibarengi ancaman mogok para pedagang. Sehingga hal ini harus segera ‘diobati’ mulai dari mengetahui sejak dini dan menyiapkan segala kebutuhan dasar produksi baik perencanaan impor atau tanam lokal.

“Itu diperlukan langkah efektif dan nyata dari Kemendag dan Kementan. Sehingga misal ada kesepakatan intervensi tanam tapi harus dijamin ada yang membeli itu kedelainya.

Sering kali petani mengalami kerugian karena menanam kedelai tapi dijual harga yang murah. Kita lihat banyak kedelai masih muda dibabat, dijualin untuk dimakan direbus,” kata Dedi.

Kang Dedi berharap pemerintah segera mengambil langkah dan membuka keran informasi pada publik. Sehingga tidak ada lagi persepsi saling menyalahkan terkait kelangkaan dan mahalnya harga kedelai di pasaran yang membuat pedagang tahu dan tempe mengancam mogok produksi.

“Kemudian kita harapkan pada rapat nanti bisa bicara secara terbuka antara Kementan dan Kemendag jangan saling menyalahkan. Kita buat perencanaan untuk tahun depan agar isu tahunan kedelai ini tidak lagi terjadi,” kata Kang Dedi Mulyadi. {tribun}