News  

Apakah Anies dan Mahyeldi Bawa Tanah dan Air Dianggap Memfasilitasi Syirik?

Tanah dan air yang dibawa Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah menuai protes. Dianggap memfasilitasi kesyirikan. Benarkah?

Sebut saja misalnya. Advokat dan aktivis HTI, Ahmad Khozinudin. Dalam tulisannya berjudul, Indonesia Adalah ‘Negara Klenik’, Semua Tindakan Negara Harus Sejalan Dengan Arahan Dan Petunjuk Dukun?

Ahmad Khozinudin secara terang-terangan menuding Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ikut-ikutan taklid buta, menyiapkan sesaji untuk ritual klenik.

Demikian pula Ketua MUI Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar mengkritik Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah. Buya Gusrizal menyesalkan sikap Gubernur Sumatera Barat yang begitu saja mematuhi perintah Presiden Jokowi untuk membawa tanah dan air dari beberapa tempat di Sumatera Barat. Rumor yang beredar, para gubernur bawa tanah dan air atas bisikan dari penasihat spritual Jokowi di Solo.

“Saya tidak setuju dengan ritual tersebut. Dalam ritual seperti itu terkandung keyakinan yang tak bersesuaian dengan aqidah tauhid,” kata Buya Gusrizal, dikutip dari Minangkabaunews.com – jaringan Suara.com, Senin (14/3/2022).

Pertanyaannya kemudian. Apakah perbuatan Gubernur Anies Baswedan dan Gubernur Mahyeldi serta gubernur muslim dari provinsi lainnya yang membawa tanah dan air atas perintah Presiden Jokowi termasuk memfasilitasi perbuatan syirik?

Tergantung keyakinan, lisan dan hati Gubernur Anies dan Mahyeldi serta para gubernur muslim lainnya. Jika mereka mengingkari baik secara keyakinan maupun lisan dan hati, maka tidak dapat dikatakan mereka membantu perbuatan syirik. Lisan tak terucap karena alasan tertentu. Hati tak dapat diraba tapi dapat dirasa. Penulis punya keyakinan. Baik keyakinan, lisan maupun hati, Gubernur Anies dan Mahyeldi pasti menolaknya.

Memvonis para gubernur muslim berbuat atau membantu kesyirikan terlalu ceroboh. Harus dilihat dulu lisan dan hatinya. Tabayyun secara pribadi. Tidak mudah menuding taklid buta. Apalagi tergesa-gesa memvonis berbuat syirik sehingga seseorang dihukumi kafir.

Disamping itu, harus dilihat apakah para gubernur tersebut menganggap tanah dan air yang mereka bawa akan memberikan manfaat dan mudharat.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”. (QS. Yunus: 106)

Justru banyak pihak menilai. Tanah dan air yang dibawa Anies Baswedan
dinilai seorang peneliti memainkan simbolisme sindiran halus ke Jokowi. Tanah yang dibawa Anies berasal dari Kampung Aquarium. Kampung yang pernah digusur oleh Ahok.

Takfir merupakan hukum syariat yang tidak boleh dilakukan oleh orang-perorang atau lembaga yang tidak mempunyai kredibilitas dan kompetensi untuk itu. Vonis kafir harus diputuskan oleh lembaga keulamaan yang diotorisasi oleh umat dan negara.

Memang muncul di tengah masyarakat dua sikap ekstrim:

Pertama, menganggap enteng bahkan meniadakan vonis kafir (tafrith fi at-takfir).

Kedua, mudah memvonis kafir (ifrath fi at-takfir). Umat Islam agar menghindarkan diri tidak terjebak ke dalam salah satu dari dua sikap ekstrim tersebut, yaitu mengambil pendapat yang moderat (wasath).

Moderat. Ditengah-tengah. Bahasa gaulnya. Tidak abai dan lebai. Abai meniadakan kekafiran seperti Islam liberal. Tidak lebay mudah mengkafirkan alias terjebak faham takfiri seperti ISIS. Mudah mengkafirkan sesama muslim.

Mencela sesama kaum muslimin secara umum termasuk dalam perbuatan dosa besar, apalagi mengkafirkan sesama muslim. Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari no. 48 dan Muslim no. 64)

Lebih dari itu adalah mencela sesama muslim dengan melemparkan tuduhan bahwa dia telah kafir merupakan perbuatan ceroboh. (Penyakit) semacam ini telah menjangkiti sebagian kaum muslimin karena lemahnya pemahaman mereka terhadap aqidah dan manhaj yang benar. Padahal, banyak kita jumpai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkan hal ini.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

“Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan jangan pula menuduhnya dengan tuduhan kafir, karena tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika orang lain tersebut tidak sebagaimana yang dia tuduhkan.” (HR. Bukhari no. 6045)

Bandung, 12 Sya’ban 1443/15 Maret 2022
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial