Kembalikan 500 Juta Ke KPK, Eni Saragih Pilih Kooperatif

Kembalikan 500 Juta Ke KPK, Eni Saragih Pilih Kooperatif Radar Aktual

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Eni Maulani Saragih telah mengembalikan Rp 500 juta kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tersangka EMS (Eni Maulani Saragih) sudah mengembalikan uang senilai Rp 500 juta kepada penyidik, dan akan menjadi salah satu barang bukti atau alat bukti dalam perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (30/8/2018), seperti dikutip Antara.

Eni adalah salah satu tersangka suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 (PLTU Mulut Tambang Riau 1) berkekuatan 2×300 megawatt di Provinsi Riau pada 21 Agustus 2018.

“Pengembalian uang ini perlu kita lihat sebagai sikap kooperatif. Kami juga mengingatkan dan mengimbau pihak lain yang pernah menerima aliran dana terkait dengan proyek PLTU Riau 1 ini belum terlambat untuk mengembalikan pada KPK,” ujar Febri.

Pengembalian uang itu akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan bagi Eni. “Apakah dana yang pernah mengalir terkait dengan kegiatan di partai politik atau aliran dana yang lain masih akan didalami lagi,” ungkap Febri.

KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Eni dan mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka penerima suap atau janji.

Kemudian, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap. KPK menduga Idrus Marham mendapat bagian sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Johanes bila purchase power agreement proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan. Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johannes.

Pada November-Desember 2017, Eni menerima Rp 4 miliar. Sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp 2,25 miliar. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7/2018), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari “commitment fee” sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp 4,8 miliar, yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp 2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.

Uang tersebut diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Proyek PLTU Riau-1 adalah bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap “letter of intent” (LOI) atau nota kesepakatan.

Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA). PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2×300 MW dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp 12,8 triliun. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.