Malaysia Daftarkan Reog ke UNESCO, Hetifah: Tidak Menyenangkan Bagi Orang Indonesia

Kesenian Reog yang dikenal berasal dari Ponorogo, Jawa Timur sempat menuai reaksi publik ramai setelah Menko PMK, Muhadjir Efendi mengatakan negara tetangga Malaysia akan mendaftarkan aset budaya Indonesia ini ke UNESCO sebagai hak milik mereka. Publik sontak bereaksi keras atas langkah negeri jiran tersebut.

Pasalnya persoalan sengketa kebudayaan atas dua negeri serumpun ini bukanlah yang pertama kali. Sebelum Reog, ada Tari Pendet Bali dan Batik yang juga sempat menjadi sengketa.

Atas seringnya Indonesia dan Malaysia berebut kekayaan budaya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menilai hal tersebut lumrah adanya meskipun bukan hal menyenangkan bagi bangsa Indonesia.

“Tentu hal ini bukanlah hal yang menyenangkan bagi orang Indonesia. Namun, jika kita kita lebih bijak melihat sejarah dan rumpun budaya, sebenarnya Malaysia dan Indonesia memang memiliki keterikatan sebelum jaman kolonial.

Bahkan, dulu Malaysia merupakan bagian dari Majapahit. Hal ini mengakibatkan kita memiliki beberapa kesamaan dengan Malaysia dalam hal budaya alias “shared culture”,” ungkap politisi Partai Golkar ini kepada redaksi Golkarpedia.com (13/04/2022).

Hetifah juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah mencoba berusaha semaksimal mungkin mempertahankan apa yang jadi milik Indonesia dari klaim-klaim negara lain, termasuk Malaysia.

“Hal ini disadari betul oleh pemerintah Indonesia. Karenanya, beberapa warisan budaya tak benda (intagible cultural heritage) didaftarkan secara bersama-sama ke UNESCO oleh Malaysia dan Indonesia,” sebut Ketua Umum DPP Pengajian Al-Hidayah ini.

Hetifah melanjutkan, tidak hanya pemerintah yang berperan aktif dalam persoalan menjaga kebudayaan Indonesia, tetapi lembaga DPR RI sebagai legislatif juga turut dalam upaya ini.

Melalui UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan sebagai produk legislasi DPR diharapkan dapat menjaga khasanah kekayaan budaya Bangsa Indonesia.

“Selain itu, Komisi X DPR RI juga aktif melakukan fungsi pengawasan serta anggaran dengan Kemdikbud, utamanya dengan Ditjenbud untuk memastikan program dapat tepat sasaran dan memajukan budaya Indonesia,” ujarnya melanjutkan penjelasan mengenai kontribusi DPR RI terhadap bidang kebudayaan.

Sementara itu, permasalahan kebudayaan tidak hanya menyasar pada klaim negara lain. Namun hal lebih penting dan lebih mengancam berada di depan mata, yakni globalisasi. Era globalisasi tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi memiliki ancaman nyata tergerusnya kebudayaan bangsa.

Hetifah lantas mengapresiasi beberapa hal yang sudah dilakukan Kemendikbud dalam upayanya menjaga kebudayaan bangsa dari ancaman globalisasi.

“Saya rasa langkah Kemdikbud sudah cukup baik, apalagi dengan diterbitkannya beberapa program kebudayaan seperti Merdeka Belajar Kanal Indonesiana, Revitalisasi Bahasa Daerah, serta Dana Indonesiana. Program-program ini akan menguatkan ekosistem budaya di Indonesia, jadi secara internal, kita semakin kokoh budayanya,” sebut Hetifah Sjaifudian.

Selain penguatan program dari lembaga internal yang dikomandoi oleh Kemendikbud, Hetifah melihat faktor eksternal guna mempromosikan budaya bangsa juga penting. Terlebih melihat bahwa Indonesia dan kebudayaannya merupakan keunggulan absolut yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

“Untuk upaya eksternal, tentu dibutuhkan sinergi dengan berbagai stakeholders. Upaya diplomasi budaya, mulai dari event-event seperti pageant hingga hubungan diplomatik antar negara tentu harus semakin digencarkan,” ucap Hetifah mengakhiri pembicaraan. {golkarpedia}