Pendidikan dan kemiskinan bagai “saudara kandung” yang menjadi masalah bangsa dan negara Indonesia. Jika saja dua hal tersebut sudah ideal dinikmati masyarakat Indonesia, maka takkan terdengar lagi rakyat Indonesia menjadi pekerja kasar di negara orang bahkan sampai mendapatkan perlakuan tidak layak dan takkan terdengar lagi “kawin kontrak” atau “pengantin pesanan” karena desakan ekonomi.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin dalam diskusi Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat membahas buku berjudul Pengantin Pesanan karya Mya Ye, di Ruang Presentasi, Perpustakaan Setjen MPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
“Soal-soal seperti ini memang sangat mengkhawatirkan kita semua. Maka dari itu saya pribadi dan sebagai pimpinan MPR juga sebagai wakil rakyat sangat mendukung berbagai upaya antara lain karya-karya tulis yang mengangkat masalah yang nyata terjadi di masyarakat seperti kemiskinan dan terbatasnya rakyat menikmati pendidikan yang berkualitas,” kata Mahyudin.
Mahyudin mengungkapkan bahwa apa yang dikatakannya tersebut yakni seputar pendidikan dan kemiskinan bagai saudara kandung adalah terbersit setelah membaca buku Pengantin Pesanan tersebut. Potret buram yang dialami sebagian rakyat Indonesia terpapar baik secara jelas dan tersirat di buku tersebut.
“Awalnya saya tidak paham apa yang mau disampaikan dalam buku tersebut. Tetapi, setelah saya membacanya, buku ini ternyata sarat akan pesan moral, sosial, kesetaraan gender dan terutama sekali pergulatan moral yang berawal dari isu kemiskinan yang memang masih terjadi di tengah masyarakat kita,” sebut mantan Bupati Kutai Timur ini.
“Kisah dalam buku tersebut menceritakan seorang perempuan keturunan, berlatar daerah Singkawang karena kemiskinannya dan berpendidikan minim, tak ada pilihan memperbaiki kehidupan kecuali menjadi pengantin pesanan sebagai satu-satunya jalan keluar dari lingkaran kemiskinan,” papar politisi muda Partai Golkar ini menambahkan.
Mahyudin menegaskan bahwa fenomena pengantin pesanan tersebut memang bukanlah budaya daerah tersebut tapi merupakan fenomena yang muncul karena kemiskinan dan kurangnya pendidikan dan fenomena-fenomena tersebut juga ada di daerah-daerah lain dan terjadi juga di negara-negara berkembang lainnya, sebab masalah kemiskinan dan minimnya pendidikan adalah masalah besar dan sangat dilematis buat negara-negara berkembang.
“Keterkaitan antara pendidikan dan kemiskinan sangatlah besar, sebab pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia dan semua itu penting untuk menggapai masa depan,” ujarnya.
Intinya, lanjut Mahyudin, rakyat Indonesia harus bersemangat terus melakukan berbagai upaya mencerdaskan bangsa dan memperjuangkan keadilan memperoleh pendidikan dan terutama pemerintah harus berada di garda terdepan mewujudkan itu semua.
“Kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat atau di level daerah harus diminimalkan bahkan harus dihilangkan dengan mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” tandasnya.