News  

Yorrys Raweyai: KKB Papua Makin Meresahkan, Pemerintah Harus Berantas Hingga Akarnya

Ketua Komite II DPD RI sekaligus Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai mengecam aksi kekerasan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang berujung tewasnya 10 warga di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, pada Sabtu (16/7) lalu.

Ia menyoroti insiden ini menambah daftar panjang peristiwa kekerasan di wilayah paling timur Indonesia itu.

Yorrys juga khawatir karena aksi KKB akhir-akhir ini diduga terfokus pada wilayah konflik di Papua yang tidak hanya menyasar Orang Asli Papua (OAP), tapi juga masyarakat umum.

“Ada kesan, KKB sedang melancarkan teror dengan menyasar para penduduk yang bukan hanya OAP, tapi juga masyarakat umum, termasuk masyarakat pendatang yang sedang bermukim dan mencari nafkah di Papua”, kata Yorrys dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘KKB Papua Kembali Berulah, di mana Kehadiran Negara?’ di Media Centre DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/7)

Anggota DPD RI dari Dapil Papua ini menilai aksi KKB Pimpinan Egianus Kogoya ini sangat meresahkan dan mengancam keutuhan negara.

Apalagi, Yorrys juga menyoroti bahwa kejadian Nduga ini bukan pertama kali, adapun aksi-aksi sporadis lainnya.

“Di tengah upaya pemerintah dan masyarakat Papua dalam membangun Papua melalui Otsus Jilid II, Egianus Kogoya dan anggotanya, memperkeruh tatanan baru yang hendak dibangun bersama-sama,” lanjut Yorrys.

Yorrys meminta pemerintah melalui aparat yang berwenang serius dan konsisten memberangus KKB hingga ke akar-akarnya.

Ia menekankan, ini mendesak dilakukan dalam rangka menjaga situasi kondusif di Tanah Papua, serta menjamin agar akselerasi perubahan melalui rangkaian kebijakan sebagai turunan Otsus Jilid II dapat berlangsung baik.

“Pemerintah melalui aparat yang berwenang harus mengambil langkah-langkah terukur dan terencana yang mampu mengembalikan kepercayaan publik Papua dan menjamin tatanan kehidupan yang aman dan kondusif dalam merespons teror demi teror yang dilakukan oleh KKB,” imbaunya.

Yorrys berpendapat, KKB sedang memecah-belah kehidupan masyarakat yang berangsur harmonis di Papua.

Sinergi sosial-kemasyarakatan antara masyarakat umum dan OAP diniainya hendak dicabik-cabik dengan tujuan membangun suasana kebencian dan permusuhan antarsesama anak bangsa.

Ia menambahkan, aksi KKB nampak seperti perlawanan dan penolakan atas berbagai kebijakan positif pemerintah yang sejatinya mulai berdampak baik bagi masyarakat Papua. Sebab itu, ia menegaskan pemerintah harus tegas menuntaskan KKB.

“Saya menduga, aksi-aksi KKB sedang memecah-belah persatuan dan kesatuan masyarakat Papua dalam bingkai NKRI.

Tanpa tindakan tegas dari pemerintah, sinergi sosial-kemasyarakatan yang terjalin selama ini akan menyusut dan boleh jadi berubah menjadi kebencian dan permusuhan antar-warga,” tandas Yorrys.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono berpandangan masalah Papua harus diselesaikan secara komprehensif, bukan hanya dengan pendekatan angkat senjata.

“Hal ini perlu, usaha-usaha pemerintah melakukan bukan hanya pendekatan ekonomi tetapi kultural hingga agama. Ini perlu kita dukung agar pemerataan pembangunan akses pendidikan terus berjalan.

Sehingga ada masyarakat Papua yang ready ke dunia tenaga kerja dan ini harus dilakukan secara berkesinambungan,” kata Dave.

Sementara Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpendapat, masalah di Papua harus dilakukan lewat pendekatan hukum bukan semata-mata militer.

Menurut Arsul, Papua dengan segala kompleksitas sosial demografinya harus mengedepankan pendekatan penanganan konflik sistematis.

“Harus diakui menyelesaikan Papua jauh lebih rumit ketimbang Aceh bahkan Timor Timur. Pendekatannya hukum bukan militer,” kata Arsul.

Tragedi berdarah terjadi pada Sabtu (16/7) pagi di Kampung Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua. 12 orang warga sipil diserang secara brutal oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Dikutip dari 1001 media partner kumparan, Bumi Papua, peristiwa itu menyebabkan 10 orang meninggal dunia. Dua lainnya mengalami luka berat.

Bukan kali pertama, pada 2018, aksi kekerasan di Nduga menewaskan 17 orang pekerja Istaka Karya yang sedang membangun proyek jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, serta puluhan orang lainnya di nyatakan hilang.(Sumber)