Pernyataan SBY dan AHY Bisa jadi Bumerang Bagi Masa Depan Demokrat

Kritik dari kubu di luar koalisi pemerintah adalah hal alamiah yang pasti terjadi dalam iklim demokrasi. Tetapi, tidak jarang juga kritik itu justru menjadi blunder bagi yang menyampaikan.

Begitu kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menanggapi pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono soal dugaan kecurangan Pemilu di 2024. Menurutnya, pernyataan itu justru akan menjadi bumerang bagi Partai Demokrat.

“Kritik yang semacam ini adalah perkara alamiah dalam politik kita, tapi kalau tidak kuat data dan argumen, maka akan menjadi blunder yang cukup luar biasa,” ujar Adi Prayitno kepada wartawan, Minggu (25/9).

Adi mengatakan, dugaan kecurangan pemilu mungkin terjadi di semua era pemerintahan, tanpa terkecuali era SBY yang menjadi Presiden pada periode 2004-20014. Kata Adi, pada 2009 silam, pernah terjadi permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipersoalkan oposisi saat itu.

Dijelaskan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, banyak masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih saat kontestasi pilpres. Terlebih, bukti ini diperkuat dari pernyataan sikap dan petisi yang ditandatangani oleh partai-partai oposisi, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis-aktivis demokrasi soal kecurangan tersebut.

“Ada 45 juta penduduk yang tidak menggunakan bahkan gagal menggunakan hak suaranya karena persoalan DPT. Pemilu 2009 dianggap gagal, lantaran disinyalir ada permainan dalam jumlah DPT yang kemudian menghilangkan begitu banyak hak suara,” jelasnya.

Pada sisi lain, Adi juga menanggapi pernyataan Ketua Umum Demokrat, Agus Harimuti Yudhoyono yang mengklaim 70-80 persen pembangunan di era presiden Joko Widodo merupakan kinerja ayahnya, SBY.

Dalam pandangan Adi, klaim tersebut tidak berbasis data dan salah kaprah, sebab di era pemerintahan SBY banyak proyek yang mangkrak. Pemerintahan Jokowi yang kemudian melanjutkan, bahkan membuat proyek baru demi kemajuan insfrastruktur.

“Semisal dari panjangnya jalan tol itu jomplang lah, semua orang juga cukup mengetahui, terlebih ada jalan Trans Jawa, Trans Sumatera dan Trans Papua, ya memang diselesaikan di zaman Jokowi,” sebutnya.

“Semua orang juga tahu bahwa bandara di zaman Jokowi jauh lebih banyak ketimbang SBY, terus pembangunan jalur kereta api, bendungan dan lainnya itu adalah variabel yang sebenarnya tidak butuh ahli untuk menjelaskan itu semua,” pungkasnya.(Sumber)