News  

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan yang Ajukan Autopsi Diintimidasi Oknum Polisi

Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania Andy Irfan menyebut Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang mengajukan permohonan autopsi mengaku mengalami intimidasi.

Sekretaris Jenderal Federasi KontraS itu menyebut keluarga mengaku diminta mencabut permohonan autopsi.

Andy mengatakan mulanya seorang anggota keluarga korban sudah bersedia agar jenazah dua anaknya yang meninggal di Kanjuruhan diautopsi.

“Itu atas nama Mas D, ayah dari dua korban tadinya sudah bersedia dan membuat pernyataan kesediaan untuk autopsi atas dua anaknya,” kata Andy yang juga Sekjen Federasi Kontras, saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (18/10).

Ternyata setelah permohonan itu dilayangkan, rumah D didatangi sejumlah aparat kepolisian, rama-ramai. Hal itu berlangsung hingga berhari-hari.

“Ternyata setelah surat itu diketahui kepolisian, justru kemudian sejumlah personel polisi, pernyataan dari rumah beliau dan keluarga, itu menyatakan ada polisi polres, polda dan Mabes Polri datang berhari-hari, ramai-ramai,” ucapnya.

Para polisi yang mendatangi rumah D itu kemudian meminta keluarga korban untuk membatalkan autopsi. Andy mengatakan meski tak disertai dengan ancaman atau aksi kekerasan, keluarga korban tetap merasa terancam dan terintimidasi.

“Pada intinya menyarankan Mas D untuk mencabut surat untuk autopsi. Walaupun tidak ada intimidasi yang mengarah kekerasan, kehadiran aparat polisi dengan jumlah lumayan banyak ke lokasi rumah itu menimbulkan keresahan dan kepanikan keluarga,” ujarnya.

Hingga akhirnya, oleh sejumlah aparat kepolisian, D pun didikte untuk membuat surat pencabutan permohonan autopsi kedua anaknya.

“Akhirnya kemarin siang Mas D didikte untuk membuat surat pernyataan yang isinya membatalkan rencana autopsi. Padahal beliaunya mau, terus didesak oleh aparat keamanan di lapangan, terus keluarga merasa diintimidasi dan merasa enggak aman, akhirnya pernyataan kesediaan itu dicabut,” ucapnya.

Andy pun menyayangkan aksi itu. Menurutnya, mendatangi rumah korban dengan beramai-ramai sampai berhari-hari merupakan bentuk intimidasi ke keluarga korban. Ia pun mendesak kepolisian terbuka soal upaya autopsi tersebut.

“Seharusnya polisi membuka siapa yang diautopsi, benar atau tidak,” katanya.

Terpisah, orang tua korban, D, tak mau berkomentar soal intimidasi pencabutan permohonan autopsi dua anaknya itu. Ia hanya berharap Allah membalas segala perlakuan yang dialaminya dan keluarganya.

“Biar baju korban jadi buktinya. Dan azab Allah yang membalas,” kata D.

Sementara itu Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Dirmanto mengatakan tak ada tindakan intimidasi dari petugas pada keluarga korban. Kedatangan petugas ke rumah korban menurutnya bagian dari proses pengusutan kasus ini.

Menurutnya sesuai dengan pasal 134 KUHAP disebutkan bahwa (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Dirmanto mengatakan polisi akan menjelaskan detil seluruh pengusutan kasus tragedi Kanjuruhan jika sudah lengkap.

Kabid Dokkes Polda Jatim, Kombes dr Erwin Zainul Hakim mengatakan saat ini sudah ada dua jenazah korban Tragedi Kanjuruhan, yang keluarganya mengajukan proses autopsi.

Dia menyebut proses autopsi yang melibatkan dokter-dokter dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) itu akan dilakukan dengan cara ekshumasi. Prosesnya yakni dengan penggalian makam korban, dan pemeriksaan langsung dilakukan di tempat.

“Kami dapat informasi, dapat perintah, memang ada dua pihak keluarga yang sudah sepakat setuju melaksanakan autopsi,” kata Erwinn, di Mapolres Malang, Kamis (13/10).

Hingga kini, total korban meninggal dunia atas Tragedi Kanjuruhan berjumlah 133 orang. Sementara korban luka mencapai 575 orang.

Catatan Redaksi: Judul artikel ini diubah pada Selasa (18/10) pukul 18.30. Pada bagian isi berita juga diberi tambahan penjelasan polisi setelah CNNIndonesia.com mendapat penjelasan dari Kabid Humas Polda Jatim.

(Sumber)