News  

Washington Post: FPI Selalu Terdepan Saat Ada Bencana Alam

Washington Post FPI Bencana Alam Radar Aktual

Kiprah organisasi kemasyarakatan (ormas) Front Pembela Islam (FPI) dalam membantu korban bencana alam di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Front yang dibentuk Habib Rizieq Shihab itu selalu terdepan dalam setiap penanganan bencana.

Bahkan wartawan Stephen Wright menulis dedikasi FPI tersebut dalam artikel berjudul “When Disaster Hits, Indonesia’s Islamists are First to Help” yang diunggah di The Washington Post pada 11 Juni 2019 lalu.

Wright mengawali tulisannya dengan menceritakan bendera FPI yang terpasang di rumah Anwar Ragaua, korban tsunami Palu, Sulawesi Tengah lalu. Laki-laki berusia 50 tahun itu tak mengindahkan perintah polisi agar menurunkan bendera tersebut.

Anwar satu-satunya nelayan yang selamat saat tsunami melanda ibukota Sulawesi Tengah 28 September 2018 lalu. Anwar mengenang bahwa saat itu tidak ada polisi dan pemerintah yang membantu evakuasi di daerahnya.

Sebaliknya, pihak pertama yang menawarkan harapan kepadanya adalah FPI. Bahkan FPI turut menyerahkan kapal baru untuknya agar dapat kembali melaut.

Wright menguraikan sejak didirikan dua dekade lalu, FPI konsisten mendorong hukum Islam mengatur kehidupan 230 juta muslim Indonesia. FPI memandang ada kesalahan konstitusi di Indonesia yang mengubah negara menjadi lebih sekuler.

FPI dibentuk di Jakarta oleh unsur-unsur militer Indonesia setelah jatuhnya diktator Suharto tahun 1998 lalu sebagai alat menghadapi aktivis pro-demokrasi dan liberalisme.

Berdasarkan pernyataan Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Maman Suryadi Abdurrahman, jumlah anggota FPI saat ini mencapai lebih dari satu juta orang. Maman juga memastikan bahwa FPI tidak dalam tujuan mendorong Indonesia berpaham khilafah.

Mereka bahkan memasang bendera merah putih dalam seragam untuk memastikan tidak anti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Tujuan kami adalah menjadikan Indonesia, di mana Islam adalah agama mayoritas rakyat, menjadi religius dan bersih dari amoralitas,” kata Abdurrahman.

“Kami menginginkan negara Islami, bukan negara Islam, karena negara yang religius akan mencegah negara dari menderita ketidakadilan sosial,” sambungnya.

Kehadiran FPI dalam tanggap bencana mulai dilakukan saat terjadi tsunami Aceh tahun 2004. Tsunami ini menewaskan lebih dari 100 ribu orang di Serambi Mekah.

Teranyar, FPI turut berperan mengevakuasi korban gempa dan tsunami Palu yang menewaskan lebih dari 4.000 jiwa. Mereka membantu pencarian korban, mendistribusikan bantuan ke daerah pelosok, dan membangun perumahan sementara dan masjid baru. Bahkan ke daerah terpencil yang sulit terjangkau, seperti di kampung nelayan Anwar.