CEO Telegram, Pavel Durov, telah dibebaskan dari tahanan dengan membayar jaminan bernilai fantastis pada Rabu (28/8) waktu setempat, setelah ditangkap di Prancis dan menjalani pemeriksaan selama empat hari. Meski begitu, ia belum boleh meninggalkan Prancis.
Durov ditangkap di bandara Le Bourget, Paris, pada 24 Agustus 2024. Penahanan ini langkah awal dari penyelidikan polisi karena Telegram dinilai kurang tegas dalam moderasi konten negatif yang bisa memicu aksi kriminal.
Hakim investigasi Prancis telah mengajukan dakwaan awal terhadap Durov dan memerintahkannya untuk membayar jaminan sebesar 5 juta euro atau sekitar Rp 86 miliar (kurs Rp 17.152,5). Ia juga dilarang meninggalkan Prancis sembari menunggu penyelidikan lebih lanjut, dan wajib melapor ke kantor polisi dua kali seminggu.
Salah satu dakwaan awal adalah keterlibatan dalam mengelola platform online untuk mengizinkan transaksi terlarang oleh kelompok terorganisasi. Jaksa penuntut Prancis mengatakan pelanggaran ini bisa dikenakan hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 500 ribu euro (setara Rp 8,6 miliar).
Pria berusia 39 tahun itu juga diduga telah mengizinkan Telegram digunakan untuk konten pelecehan seksual anak dan perdagangan narkoba, termasuk penerapan teknologi terenkripsi tanpa deklarasi yang tepat. Telegram pun disebut menolak untuk berbagi informasi atau dokumen dengan penyelidik ketika diharuskan oleh hukum.
“Sangat tidak masuk akal jika seseorang yang bertanggung jawab atas sebuah jaringan sosial bisa terlibat dalam tindakan kriminal yang tidak berkaitan dengan dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata David-Olivier Kaminski, pengacara Durov, dikutip dari Associated Press.
Telegram sendiri sudah angkat bicara soal penahanan CEO-nya. Perusahaan menegaskan mereka mematuhi hukum Uni Eropa dan Durov ‘tidak menyembunyikan apa pun’.
“Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk UU Layanan Digital — moderasinya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan. CEO Telegram Pavel Durov tidak menyembunyikan apa pun dan sering bepergian ke Eropa. Tidak masuk akal untuk mengeklaim suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform.”
– Telegram
(Sumber)