Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 telah dimulai, para calon kepala daerah di seluruh Indonesia berlomba-lomba meraih simpati masyarakat agar dipilih dan memenangi kontestasi yang digelar lima tahunan.
Tak hanya laki-laki, perempuan pun banyak yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Lalu bagaimana hukumnya dalam Islam memilih pemimpin yang berasal dari kaum hawa?
Mengenai hal ini, Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan penjelasan boleh atau tidaknya memilih pemimpin perempuan menurut ajaran Islam.
“Pemimin perempuan untuk skala khalifah, tak boleh. Andai terwujud khilafah dunia lalu pemimpinnya perempuan, tak boleh, haram,” ujarnya.
Namun dirinya menjelaskan perempuan sangat boleh untuk dipilih, jika jabatannya dapat digantikan sewaktu-waktu, dalam artian kekuasaannya tidak kebal.
Dalilnya pun disebutkan, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, diangkatlah seorang penjaga pasar bernama Syifa’ binti Abdullah bin Abd Syams bin Khalaf bin Syaddad al-Qursyiah al-‘Adawiyah.
“Diangkat seorang pemimpin, namanya Ummu Syifa’ menjadi penjaga wilayah (pasar) Madinah. Itu dalil boleh mengangkat pemimpin perempuan kalau dia semacam kepala dinas, kepala kantor, atau kepala badan yang mungkin (jabatannya) dicopot (atau) dilepaskan dan tidak kebal kekuasaannya,” jelasnya.
Diketahui, Syifa’ merupakan perempuan yang cerdas dan termasuk perempuan terkemuka pada masanya. Umar bin Khattab sering berdiskusi dengannya dan menerima pendapat-pendapat yang diajukan oleh Syifa’.
Pada masa pemerintahan khalifah Umar, Syifa’ dipilih oleh sang khalifah sebagai orang yang bertugas menjaga pasar. Profesi ini tidak mungkin diberikan kepada orang yang biasa saja.
Melihat tugasnya yang cukup berat dan membutuhkan kecakapan khusus di antara tugas penjaga pasar adalah mengontrol jalannya perdagangan supaya tertib, tidak terjadi penipuan, kecurangan, riba, dan lain sebagainya.