News  

Daya Beli Kelas Menengah Rontok, Kelas Atas Belanjanya di Luar Negeri, Ekonomi Tumbuh Ke Bawah

Ternyata kelompok masyarakat berdompet tebal banyak yang menahan untuk berbelanja. Dampaknya, pasar ritel untuk produk papan atas mengalami kelesuan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Ketum Apregindo), Handaka Santosa mengakui adanya penurunan kontribusi konsumsi dari kelas atas di Indonesia.

Menurut Handaka, saat ini, masyakarat kelas atas di Indonesia, cenderung menghabiskan uang di luar negeri. Untuk belanja barang mewah yang tidak tersedia di Indonesia.

Karenanya, dia mendorong pemerintah agar memastikan ketersediaan barang-barang tersebut di dalam negeri, guna menarik minat belanja kalangan atas. Untuk itu, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu menyusun kebijakan yang fokus kepada peningkatan daya beli masyarakat, terutama konsumsi dari kelas atas.

“Kalau ini didiamkan saja dan Pak Prabowo enggak mendorong agar kenaikan konsumsi rumah tangga naik, (maka) pertumbuhan ekonomi akan makin turun. Apalagi mau mencapai 8 persen nantinya, kan perlu fondasi-fondasi ke arah itu. Jadi, apa-apa yang biasa dibeli orang-orang yang mempunyai simpanan di atas Rp5 miliar ini, jangan ditiadakan dari Indonesia,” kata Handaka, Jakarta, dikutip Sabtu (16/11/2024).

Pelemahan daya beli ini, kata Handaka, bisa dicermati dari anjloknya pertumbuhan ekonomi. Kuartal I-2024, perekonomian masih tumbuh 5,11 persen. Namun merosot tajam menjadi 4,95 persen di kuartal III-2024. Jika kuartal IV-2024 pergerakan ekonomi masih ‘biasa-biasa’ saja, jangan berharap pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024 bisa 5 persen.

Selain itu, terjadinya deflasi selama 5 bulan berturut-turut mulai Mei 2024, adalah salah satu pertanda anjloknya daya beli. Atas seluruh fenomena itu, Apregindo berencana mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.

Isinya ya itu tadi, redahnya konsumsi masyarakat khususnya kelas atas yang dikhawatirkan berdampak kepada longsornya pertumbuhan ekonomi. “Saya rasa Apregindo akan menulis surat ke Bapak Presiden untuk menyampaikan pemikiran ini,” kata Handaka.

Terkait lesunya perekonomian nasional, kata Handaka, tidak hanya dipengaruhi pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Daya beli kelompok atas juga memberikan pengaruh yang menurutnya signifikan.

“Kami khawatir tren ini (lesunya daya beli) berlanjut. Misalnya, kuartal empat ditutup 4,75 persen. Artinya, perekonomian setahun (2024) semakin jauh dari target,” kata dia.

Jika mencermati data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah simpanan masyarakat dengan saldo di atas Rp5 miliar, mengalami peningkatan hingga 8 persen. Artinya, kelompok kaya di Indonesia lebih memilih simpan duit ke bank, ketimbang belanja.

(Sumber)