Peneliti Center of Economics and Law Studies (Celios), Galau D Muhammad menyayangkan keputusan Presiden Prabowo yang hanya memangkas anggaran kementerian dan lembaga (K/L). Gaji pejabat dan BUMN yang cukup tinggi, seharusnya tak luput dari pemangkasan.
“Sekarang muncul istilah kementerian atau lembaga sultan dan jelata. Misalnya gaji pejabat di pajak (Direktorat Jenderal Pajak/DJP) dibandingkan para dosen yang tukinnya enggak dibayar sampai sekarang, jelas enggak adil,” kata Galau D Muhammad dalam sebuah diskusi daring, Jakarta, dikutip Sabtu (12/2/2025).
Galau benar. Gaji pegawai di DJP, Bank Indonesia (BI), atau para direksi dan komisaris BUMN ‘basah’ cukup tinggi. Bahkan di daerah yang kaya sumber daya alam, aset kepala daerahnya cukup besar.
“Hal-hal seperti itu harusnya jadi perhatian presiden. Gaji-gaji pejabat pusat dan daerah yang tinggi-tinggi dipotong. Bandingkan enggan nasib dosen yang gajinya UMR bahkan di bawahnya,” ungkap Galau.
Di DJP, misalnya, gaji pejabat eselon I berkisar di Rp84 juta hingga Rp117 juta per bulan. Itu belum termasuk bonus jika target pajak terpenuhi. Instansi yang tukinnya tertinggi adalah DJP Kementerian Keuangan, diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015.
“Gaji DJP dan pejabat tertinggi di Kemenkeu bisa di atas Rp100 juta per bulan. Termasuk gaji direksi dan komisaris di Pertamina, PLN , BRI dan Bank Mandiri gede juga, Itu yang harusnya dipotong untuk kepentingan negara,” imbuhnya.
Sejatinya, pemerintahan Soeharto pernah menjalankan kebijakan potong gaji pejabat mulai menteri hingga pejabat eselon I demi membiayai program pemberian makan gratis, bernama Kesetiakawanan Sosial.
Tepatnya pada 1998, gaji seluruh menteri dipotong selama satu tahun, sementara eselon dipangkas sesuai kemampuan.
Selain itu, pemerintah menggalang dana dari para pengusaha besar alias konglomerat. Suka tidak suka, mereka bisa memiliki aset besar karena sumber daya di Indonesia.(Sumber)