Mega-Prabowo Bertemu, Anas Urbaningrum: Pertemuan Pemimpin Harus Lahirkan Komitmen Cinta Negeri

Anas Urbaningrum (IST)

Pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden terpilih Prabowo Subianto menjadi sorotan tajam di tengah dinamika politik nasional pasca Pilpres 2024. Momen ini tidak hanya menarik perhatian karena dua tokoh besar yang sempat berseberangan kini duduk bersama, tetapi juga karena interpretasi dan harapan publik terhadap arah baru rekonsiliasi elite.

Salah satu tanggapan datang dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum, yang memberikan komentar bernada reflektif dan mendalam.

“Pertemuan selalu lebih indah. Sebab ada yang ingin bertemu pun, tidak (baca: belum) kesampaian. Para pemimpin, bertemulah. Bukan sekadar fisik dan gimmick. Teruskan sampai pada pertemuan gagasan, pikiran, dan komitmen untuk menerjemahkan cinta negeri,” ungkapnya di akun X (Twitter) miliknya, Rabu (9/4/2025).

Pernyataan Anas ini dinilai sebagai pesan moral dan politik yang kuat: bahwa pertemuan antar pemimpin harus melampaui formalitas dan pencitraan, menuju substansi kebangsaan. Dalam situasi politik yang cenderung transaksional, ajakan untuk mempertemukan “gagasan, pikiran, dan komitmen” adalah ajakan yang tidak biasa, namun sangat dibutuhkan.

Pertemuan antara Megawati dan Prabowo bukan sekadar nostalgia politik antara dua tokoh yang sama-sama pernah bersaing dan bekerja sama dalam dinamika panjang demokrasi Indonesia. Pertemuan ini juga menjadi arena tafsir: apakah ini simbol rekonsiliasi nasional? Ataukah strategi penguatan legitimasi politik menjelang pelantikan Prabowo-Gibran? Atau bahkan sinyal konsolidasi besar menuju Pilkada dan Pemilu 2029?

Beberapa analis menyebut, pertemuan ini bisa dimaknai sebagai jembatan awal menuju keterlibatan PDI Perjuangan dalam pemerintahan mendatang. Namun, sebagian lainnya menilai bahwa pertemuan itu belum tentu otomatis bermakna dukungan, sebab PDI Perjuangan dikenal sebagai partai dengan disiplin ideologis yang tinggi.

Dalam konteks itulah, pernyataan Anas Urbaningrum menjadi semacam pengingat: jangan berhenti di gestur, melainkan masuk ke ruang diskursus, ke ruang substansi. Karena bagi Anas, cinta kepada negeri hanya bisa dibuktikan dengan keberanian membangun gagasan bersama dan komitmen yang kuat untuk kepentingan rakyat.

Anas, yang dikenal sebagai pemikir politik dengan basis intelektual yang kuat dan sejarah panjang dalam dunia pergerakan mahasiswa, mengajak semua pemimpin untuk keluar dari jebakan politik instan. Dalam berbagai kesempatan, Anas menekankan pentingnya membangun politik gagasan, bukan hanya politik pencitraan atau politik transaksional.

Dalam konteks itu, pertemuan Mega-Prabowo harus mampu menjawab pertanyaan mendasar: ke mana arah republik ini dibawa? Apa agenda strategis untuk lima tahun ke depan? Apakah akan ada keseriusan dalam memperkuat demokrasi, memberantas korupsi, dan memperjuangkan keadilan sosial?

Kritik halus Anas Urbaningrum juga bisa dibaca sebagai dorongan untuk membangun politik nilai, bukan semata politik kekuasaan. Pernyataan singkatnya mengandung lapisan makna tentang pentingnya kualitas dalam komunikasi politik.

“Ada yang ingin bertemu pun, belum kesampaian,” tulis Anas, seolah menyuarakan suara para pemimpin alternatif, aktivis sipil, atau bahkan rakyat biasa yang berharap bisa menyampaikan aspirasi langsung kepada para pemimpin nasional.

Di tengah narasi rekonsiliasi elite, suara rakyat tidak boleh tenggelam. Anas mengingatkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang membuka ruang bagi dialog terbuka, merangkul kritik, dan bersedia membagi kekuasaan demi keadilan.