Tekno  

Kasus Korupsi Payment Gateway Denny Indrayana Yang Seret Finnet dan Doku Mangkrak 10 Tahun

10 tahun bergulir, kasus korupsi payment gateway Kemenkumham dengan tersangka eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang menyeret PT Finnet Indonesia, anak usaha PT Telkom Indonesia (Telkom) tepatnya melalui Telkom Metra dan PT Nusa Satu Inti Artha (Doku) tak kunjung ada kejelasan.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa Polri memang pernah melakukan penggeledahan di PT Finnet Indonesia dan PT Nusa Satu Inti Artha (Doku) pada tanggal 14 April 2015. PT Finnet Indonesia dan PT Nusa Satu Inti Artha menjadi sasaran penggeledahan karena keduanya merupakan vendor yang terlibat dalam proyek tersebut.

“Denny Indrayana perlu mendapatkan kepastian hukum terkait dengan proses hukum kasus dugaan korupsi Payment Gateway di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dan penggeledahan dua perusahaan itu untuk apa kalau bukan untuk memperkuat bukti kasus tersebut,” kata praktisi hukum, Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Rabu (21/5/2025).

Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) itu menegaskan bahwa penetapan Denny Indrayana pada Maret 2015 sudah lebih dari 10 tahun namun sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai proses tersebut.

Maka, tegas dia, Mabes Polri harus melanjutkan kembali kasus tersebut dan segera membawa Denny Indrayana ke persidangan di Pengadilan. “Saya berharap melalui pengadilan ditentukan status Denny Indrayana apakah memang terbukti bersalah atau tidak. Jangan sampai mangkraknya kasus yang melibatkan Denny Indrayana akan semakin memperburuk citra Polri di Masyarakat,” harap pengamat kebijakan publik itu.

Fernando juga berharap agar dua perusahaan itu terus diselidiki pihak kepolisian.

Sementara itu, praktisi hukum Universitas Esa Unggul, Andri Rahmat Isnaini, menilai bahwa mangkraknya kasus ini merupakan salah satu bentuk ketidakseriusan penyidik (kepolisian) dalam mengungkap kasus ini. “Lebih jauh lagi muncul dugaan tindakan tebang pilih dalam kasus ini mengingat Denny Indrayana merupakan mantan Wamenkumham,” kata Andri.

Senada dengan Fernando, Andri menekankan, pentingnya penyelesaian dan kepastian hukum dari aparat kepolisian atas kasus ini. Pasalnya, kasus ini disinyalir merugikan negara sebesar Rp32,09 miliar. “Agar negara mendapat pengembalian kerugian negara,” pungkas dia.

Diketahui bahwa kasus payment gateway Kemenkumham kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana di situs miliknya, menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025 mendatang.

Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, sang pelapor dugaan korupsi ini sempat mengeluhkan perkembangan kasus yang jalan di tempat, tapi hingga sekarang belum juga ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara ini.

Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32,09 miliar. Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.

Denny Indrayana sendiri telah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway pada tahun 2015. Kasus ini ditangani di era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.

Pun Denny diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.(Sumber)