News  

Tuding Gereja Lakukan Pembodohan Kelahiran Yesus, Warga NTT Dihukum 6 Bulan Penjara

Ilustrasi Kelahiran

Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan warga Alor, Lamboan Djahamao, dan menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara. Lamboan terbukti menista agama dengan mempertanyakan kelahiran Yesus pada 25 Desember.

Sebagaimana tertuang dalam putusan kasasi yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (8/11/2019), kasus bermula saat Lamboan menulis statis di akun Facebook miliknya. Salah satu kalimatnya berbunyi:

Ya Tuhan, sampai kapan gereja terus melakukan pembodohan ini bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember?

Status ini dibaca puluhan orang dan dibaca masyarakat luas. Akibatnya, umat Kristiani di Alor merasa terhina dan dilecehkan. Warga akhirnya mempolisikan Lamboan.

Pada 30 Juli 2018, Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara kepada Laboan. Selain itu, Laboan diwajibkan membayar denda Rp 100 juta. Bila tidak, hukumannya ditambah 3 bulan penjara.

Pada 25 September 2018, Pengadilan Tinggi (PT) Kupang memperberat hukuman Laboan menjadi 18 bulan penjara. Selain itu, diwajibkan membayar denda Rp 100 juta. Bila tidak, diganti 6 bulan kurungan.

Laboan tidak terima dan mengajukan permohonan kasasi. MA menerima kasasi itu dan mengurangi hukuman Laboan.

“Pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono.

Menurut majelis kasasi, hukuman 18 bulan penjara terlalu berat dan lebih tepat dengan hukuman sebagaimana yang dijatuhkan putusan PN Kalabahi.

“Terdakwa telah meminta maaf atas perbuatannya tersebut dan tidak ada niat untuk menyinggung umat Kristen atau Katholik karena tujuan Terdakwa ingin hal tersebut sebagai bahan diskusi saja,” ujar majelis dengan suara bulat.

Atas vonis itu, Lamboan memberikan tanggapan, Berikut tanggapan lengakap Lamboan:

Saya tidak pernah memohon maaf atas pernyataan saya yang menyatakan bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember.

Alasan saya, bagaimana mau memohon maaf yang pertama tidak ditulis dalam kitab suci agama saya. 

Yang kedua di depan majelis hakim saksi ahli di bawah sumpah yang dihadirkan JPU yaitu salah satu romo di Alor, mengatakan memang 25 Desember bukan hari kelahiran Yesus tapi hari kelahiran kesuburan yang diadopsi gereja Katolik.

Jadi saya tidak pernah memohon maaf atas pernyataan saya bahwa Yesus tidak pernah lahir pada 25 Desember.

Yang terakhir dari saya, saya ini agama Kristen Protestan bagaimana bisa dipidanakan kalau saya mencari tahu sebuah kebenaran yang tidak tertulis di dalam kita suci Kekristenan saya.

Kalau saya mungkin seperti Pak Ahok membicarakan agama orang lain, saya masih wajar dipidana dengan pasal penistaan agama.

Padahal saya ini agama Kristen, terus agama Kristen saya mencari tahu kepercayaan saya sendiri kok saya malah bisa dipidana?

Ini menjadi suatu preseden buruk pada peradilan di negara kita, karena apabila ada orang Kristen yang mencari kebenaran di kitab suci saya tapi bertentangan dengan tradisi saya terus bisa dipidana, itu kan gawat.

Padahal kita tahu, lahirnya gereja Protestan adanya perbedaan penafsiran isi kitab suci kami. {detik}