Penyelundupan 27 Kontainer Tekstil, Politisi PDIP Desak Kejagung Periksa Pejabat Bea Cukai

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung), untuk memeriksa para pejabat Bea dan Cukai dari mulai Dirjen hingga pejabat daerah terkait dugaan penyelundupan 27 kontainer tekstil premium illegal.

Menurut Arteria Dahlan, mulusnya penyelundupan tersebut memunculkan dugaan adanya keterlibatan persekongkolan permufakatan jahat, antara pelaku dengan aparat penegak hukum dengan pertontonkan festivalisasi arogansi kekuasaan yang diduga melibatkkan oknum pejabat Bea dan Cukai.

“Dimana secara sederhana dan kasat mata dapat terlihat dari indikasi kapal sempat membongkar muatan dan mengganti kontainer dalam pelabuhan serta mendapatkan dokumen yang berbeda,” kata Arteria dalam keterangan pers yang diterima TIMES Indonesia di Jakarta, Rabu (1/4/2020).

Secara komersiaal, kata Arteria, cost pengiriman akan lebih murah apabila barang langsung di kirim dari India ke Jakarta, dibanding harus singgah di Port Kelang, Malaysia dan bongkar muat dan berganti kapal angkut ke Jakarta.

“Dengan demikian dan oleh karenanya, demi hukum, mohon atensi Kejaksaan Agung RI in casu Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan untuk kemudian apabila diperlukan untuk segera dilakukan penyelidikan dan atau penyidikan kepada pejabat Bea Cukai dari pusat hingga daerah,” tegasnya.

Arteria menegaskan, kasus penyelundupan 27 kontainer tekstil premium illegal itu dilakukan secara terstruktur, yakni melibatkan para pejabat publik yang berkompeten,

dan memiliki kewenangan pemeriksaan bea masuk, sistematis, dengan menggunakan perencanaan yang matang dan massive, dengan memuat kuantitas yang besar dan dilakukan secara berulang-ulang.

“Dengan modus memanipulasi dokumen impor, perbuatan mana dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) perusahaan, yakni PT Peter Garmindo Prima dan PT Flemings Indo Batam,” terang politikus PDI Perjuangan itu.

Arteria menjelaskan, PT Peter Garmindo Prima hanya membayar Rp 730 juta untuk bea dan pajak 10 Kontainer. Sementara, PT Flemings Indo Batam hanya membayar Rp 1,09 miliar untuk 17 Kontainer.

Padahal, lanjut Arteria, dengan menghitung akumulasi biaya tambahan bea safe guard, kesesuaian jenis, jumlah/kuantitas barang, bea masuk dan pajak, kedua perusahaan tersebut seharusnya membayar Rp 1 Miliar per kontainer.

“Ironisnya penyelundupan tersebut dilakukan oleh pelaku yang sama, dengan menggunakan modus yang sama dan juga dengan menggunakan perusahaan-perusahaan yang sama yang dilakukan secara berulang-ulang,” tegas Arteria.

Menurut Arteria, PT Peter Garmindo Prima, sudah memasukkan secara illegal sebanyak tujuh kali, dengan jumlah diperkirakan sekitar 41 kontainer. “Sebagai gambaran, dalam pengiriman tertanggal 12 Januari 2020, hanya membayar Rp 673 juta untuk tujuh kontainer,” katanya.

Sedangkan PT Flemings Indo Batam, lanjut Arteria, sudah memasukkan secara illegal sebanyak delapan kali, dengan jumlah diperkirakan sekitar 62 Kontainer.

“Sebagai gambaran, dalam pengiriman kain Nilon dan Spandeks tertanggal 20 Januari 2020, hanya membayar Rp 780 juta untuk enam kontainer,” tegas Arteria.

Diketahui, Komisi III DPR sendiri telah memperoleh informasi yang terkonfirmasi yang menyatakan bahwa terdapat 55 kontainer yang tiba sebelum ditangkapnya dugaan penyelundupan 27 kontainer tekstil dan produk tekstil illegal.

Dimana, 55 kontainer tersebut sudah diamankan, beberapa pelaku telah ditangkap oleh aparat Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya. Akan tetapi kemudian 55 kontainer dan pelaku dilepas oleh oknum aparat kepolisian tersebut. {times}