News  

MA Pangkas Hukuman 23 Koruptor, ICW: Pemberantasan Korupsi Jadi Sia-Sia

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tren pemangkasan hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA) berdampak serius bagi pemberantasan korupsi. ICW menyebut keringanan hukuman tidak akan membuat efek jera dan membuat kinerja penegak hukum seolah sia-sia.

“Bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (1/10).

MA baru-baru ini mengurangi hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum melalui putusan Peninjauan Pembali (PK).

Anas yang terjerat korupsi proyek Hambalang dan pencucian uang itu divonis 8 tahun penjara, lebih rendah dari putusan tingkat kasasi yang menghukum 14 tahun penjara. Selain Anas, ada 22 putusan PK kasus korupsu lagi, yang hukuman terpidananya juga dipangkas.

“Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, diantaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi,” sesal Kurnia.

ICW meragukan keberpihakan Mahkamah Agung dalam pemberantasan korupsi. Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, kata Kurnia, tren vonis sejak 2019 menunjukkan rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

Kurnia menilai, ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja.

Oleh karena itu, ICW pun menuntut tiga hal. Pertama, Ketua Mahkamah Agung perlu mengevaluasi hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi. Kedua, KPK diminta mengawasi persidangan PK di masa mendatang.

“Ketiga Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi,” pungkasnya. {JP}