Ini 4 Kebijakan Kontroversial Menteri Edhy Prabowo, Ekspor Benih Lobster Salah Satunya

Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP), Edhy Prabowo, baru-baru ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Edhy sendiri merupakan anggota kabinet dari Partai Gerindra yang masuk menjadi koalisi pemerintah.

Di masa jabatannya sebagai Menteri KKP, beberapa kebijakannya dianggap kontroversial lantaran merevisi sejumlah regulasi yang dikeluarkan pendahulunya, Menteri KKP periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti.

Berikut ini sederet kebijakan kontroversial Menteri KKP Edhy Prabowo:

1. Membuka ekspor benih lobster
Di era Susi Pudjiastuti, terbit Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Larangan inilah yang masuk daftar Edhy untuk direvisi.

Menurut mantan anggota Komisi IV DPR ini, larangan lobster banyak merugikan nelayan. Edhy mengaku punya cukup alasan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016.

“Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan,” kata Edhy Prabowo dalam keterangan tertulisnya.

Dikatakannya, angka penyelundupan benih lobster sangatlah tinggi. Ketimbang jadi selundupan yang tak menguntungkan negara, lebih baik ekspor dibuka sehingga mudah dikendalikan.

Edhy menegaskan, dia tidak menutupi apa pun dalam kebijakan ekspor benih lobster. Sebelum melegalkan ekspor benih lobster, KKP telah melakukan kajian mendalam lewat konsultasi publik.

“Terdapat 13.000 nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan. Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami,” kata Edhy.

2. Bolehkan alat tangkap cantrang
Edhy Prabowo mengaku telah melakukan kajian terkait keluarnya izin penggunaan cantrang. Sebelumnya, larangan cantrang dan 16 alat tangkap yang dianggap merusak lingkungan lainnya mulai diberlakukan tahun 2018.

Larangan alat tangkap cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 2 Tahun 2015 dan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016.

Edhy mengaku, ada sejumlah pihak yang mengklaim penggunaan cantrang tidak merusak lingkungan. Sebab, penangkapan menggunakan cantrang hanya di laut berdasar pasir maupun berlumpur, bukan di laut berterumbu karang.

Menurut pendapat tersebut, penggunaan cantrang di laut berterumbu karang justru akan merobek cantrang tersebut, bukan merusak terumbu karangnya.

“Ini bukan ngomong pengusaha besar. Banyak rakyat yang juga punya cantrang,” kata politisi Partai Gerindra ini. Dia menegaskan, kebijakan cantrang bukanlah kebijakan instan dan tanpa kajian.

Menurut dia, regulasi pelegalan cantrang yang dilarang pada periode Menteri KKP sebelumnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya. Kebijakan cantrang, misalnya, Edhy melihat banyak benturan antar-nelayan dengan nelayan tradisional.

Oleh karena itu, untuk mengakomodasi persoalan tersebut, KKP melakukan penataan sesuai zonasi. Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Lewat keputusan ini juga, Edhy Prabowo juga mengganti beleid era Susi Pudjiastuti yang mencantumkan larangan penggunaan cantrang.

3. Pencabutan batasan ukuran kapal
Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) mencabut Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/Pl.410/D4/31/12/2015 tentang pembatasan ukuran GT kapal perikanan pada surat izin usaha perdagangan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin kapal pengangkut ikan.

Pencabutan itu tertuang dalam Surat Edaran nomor B.416/DJPT/Pl.410/IX/2020 yang disampaikan KKP kepada para pelaku usaha perikanan tangkap. Aturan batasan ukuran kapal tersebut merupakan peninggalan Menteri KKP 2014-2019 Susi Pudjiastuti.

Saat itu, Susi mengeluarkan aturan yang melarang kapal di atas 150 GT untuk menangkap ikan di perairan ZEE.

Alasan Susi saat itu, kapal ikan 150 GT akan membuat eksploitasi ikan secara berlebihan di perairan Indonesia. Pelarangan kapal penangkap ikan besar juga dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil.

Susi Pudjiastuti masih membolehkan ukuran kapal sampai 200 GT, namun itu hanya berlaku untuk kapal pengangkut, bukan kapal penangkap ikan. Sebagian besar nelayan di Indonesia memang memiliki kapal di bawah 150 GT.

4. Tinggalkan penenggelaman kapal pencuri ikan
Rencana menghapus hukuman penenggelaman kapal juga jadi pertimbangan Edhy. Edhy mengatakan, kapal yang harus ditenggelamkan hanya kapal pencuri ikan yang melarikan diri saat disergap.

Adapun kapal yang ditangkap dan perkaranya mendapat putusan hukum tetap lebih baik diserahkan kepada nelayan untuk dimanfaatkan.

Menurut Edhy, semangat penenggelaman kapal adalah menjaga kedaulatan. Kebijakan itu baik, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki pengelolaan laut. Yang diperlukan saat ini adalah membangun komunikasi dengan nelayan, memperbaiki birokrasi perizinan, dan meningkatkan budidaya perikanan.

“Kalau hanya sekadar menenggelamkan, kecil buat saya. Bukannya saya takut, enggak ada (takut-takutan). Kita enggak pernah takut dengan nelayan asing, tapi jangan juga semena-mena sama nelayan kita sendiri,” kata Edhy di Menara Kadin, Jakarta, 18 November 2019.

Bukannya menenggelamkan, Edhy Prabowo justru akan menghibahkan kapal-kapal ikan kepada nelayan sesuai kemampuannya. Inisiatif tersebut berdasarkan koordinasinya dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Kejaksaan Agung.

“Ini kita serahkan ke nelayan. Semua kemampuan nelayan kita data semua. Ada beberapa hasil pengadilan yang dimusnahkan. Tapi, kita lihat lagi yang akan dimusnahkan itu masih memungkinkan untuk disita negara dan direparasi untuk nelayan atau bagaimana,” ujarnya.

Edhy sendiri sempat menyebut tujuh kapal pencuri ikan yang sebaiknya dihibahkan saat kunjungan ke Pontinak. Kapal-kapal hasil tangkapan yang sudah memiliki ketetapan hukum dapat diberikan kepada nelayan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.

“Kapal ini akan diserahkan ke Kejaksaan. Karena banyak sekali kampus-kampus ini punya jurusan perikanan, kenapa enggak saya serahkan ke sana. Atau misalnya nanti kita serahkan ke koperasi nelayan. Kan bisa,” ungkap Menteri KKP Edhy Prabowo dalam keterangan resminya.

Hal itu disampaikannya usai meninjau langsung tiga kapal ikan asing berbendera Vietnam di Stasiun PSDKP Pontianak. Kasus Menteri KKP ditangkap KPK masih terus didalami komisi anti-rasuah tersebut. [kompas]