News  

Kemunduran Demokrasi, Dampak Serius Intervensi Negara Terhadap Masyarakat Sipil

Hari ini, rabu (9/6/2021) LP3ES menyajikan ruang diskusi membahas sebuah isu yang krusial dalam tatanan masyarakat, yaitu terkait dengan kemunduran demokrasi dan intervensi negara ke civil society.

Topik ini menjadi sangat menarik untuk dibahas, terutama karena tren kemunduran demokrasi yang kini tengah terjadi dengan dampak serius ternyata diakibatkan oleh adanya intervensi negara terhadap berbagai jenis masyarakat sipil. Mulai dari sektor swasta hingga warga negara.

Pembicara yang hadir dalam diskusi kali ini pun berasal dari berbagai pakar yang menguasai topik terkait. Mereka ialah Wijayanto, Fadhil Hasan dan Hurriyah.

Wijayanto selaku Direktur Center for Media and Democracy LP3ES membuka forum diskusi dengan update atas empat praktik otoriter yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang tempo hari ia utarakan.

Lebih persisnya, ia menyatakan Indonesia kini menunjukkan suatu praktik otoriter yang sebelumnya tidak pernah terjadi, bahkan tidak juga di negara lain yang mengalami kemunduran demokrasi seperti Singapura atau Amerika.

“Praktik tersebut ialah politisasi ilmu pengetahuan dan ancaman terhadap kebebasan akademik.” kata Wijayanto.

Praktik ini, lanjut Wijayanto, tercermin dari banyak kasus. Pertama, dari pembentukan BRIN yang meleburkan empat lembaga riset nasional seperti: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN).

“Kemudian, pelajar dan mahasiswa pun memperoleh represi ketika terlibat dalam aksi demonstrasi. Hal ini ditemukan melalui banyaknya kasus mahasiswa dan pelajar yang mengalami berbagai jenis tekanan, baik secara digital maupun secara offline.” tegas Wijayanto.

Selain itu, menurut Wijayanto, peneliti ataupun dosen juga dihadang persyaratan birokratis yang rumit, serta pendanaan yang minim.

“Praktik otoriter yang menekan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebebasan akademik ini menunjukkan seriusnya pemerintah (atau dalam hal ini, elite penguasa) untuk memperlebar cakupan konsolidasinya.” papar Wijayanto.

Tetapi, Wijayanto menjelaskan, tidak hanya berhenti di situ, upaya ini juga diikutiĀ  nuansa anti-science yang tercermin dari kebijakan pemerintah dan respon mereka terhadap berbagai hal, seperti Pandemi dan bencana antropogenik yang semakin marak terjadi.

Direktur Corporate Affairs Asian Agri Group, Fadhil Hasan ikut menambahkan paparan Wijayanto dengan mempertegas hubungan kemunduran demokrasi dengan korupsi dan dampaknya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“Ada empat penyebab dari kemunduran demokrasi yang kini terjadi di Indonesia. Pertama, terkait dengan upaya untuk meningkatkan efektivitas pemerintah terutama di masa sulit akibat Pandemi Covid-19. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan negara dapat berperilaku layaknya negara otoriter.” tutur Fadhil Hasan.

Kedua, lanjut Fadhil Hasan, adalah over-reacting agent yang dilakukan merespons beberapa isu, di antaranya: terhadap kasus penembakan FPI di akhir tahun 2020, kasus baliho oleh Kodam Jaya, penangkapan aktivis oleh polisi di sosial media.

“Alasan kedua ini yang pada akhirnya berpotensi membawa bangsa ini ke dalam situasi yang mendukung anarki aparat.” kata Fadhil Hasan.

Lalu Ketiga, alasan kemunduran demokrasi disebabkan oleh persaingan elite deep state. Dengan kata lain, perang proxy antar-elite di lingkungan kekuasaan.

“Tercermin dalam penangkapan Djoko Tjandra dan belum terungkapnya kasus pembakaran kantor jaksa. Hal ini berpotensi memunculkan chaos (kekacauan) dalam pengambilan keputusan atas suatu kebijakan.” ungkapnya.

Terakhir, poin keempat, ialah terkait dengan keberlanjutan oligarki kekuasaan yang pada akhirnya mengakibatkan ketimpangan dan kemiskinan dalam suatu negara.

“Untuk menjawab permasalahan yang diakibatkan kemunduran demokrasi, maka konsolidasi masyarakat harus lebih konsisten dan kuat, diiringi oleh penyadaran yang berkelanjutan dari segi pemikiran.” ujar Fadhil Hasan.

Paparan diskusi hari ini pun diakhiri Hurriyah, dosen di Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia.

“Situasi kemunduran demokrasi yang terjadi di Indonesia sebenarnya juga terjadi di negara lain, bahkan Amerika sekali pun. Penyempitan yang terjadi dalam ruang sipil ini juga diikuti oleh penyempitan dalam konteks kebebasan politik, terlihat dari adanya ketimpangan dalam kesempatan berpartisipasi dan upaya melanggengkan kekuasaan oligarki.” tutur Hurriyah.

Untuk itu, menurut Hurriyah, faktor kemampuan masyarakat untuk menggunakan new media menjadi salah satu kunci atas permasalahan ini.

“Di sisi lain, masyarakat harus setuju pada satu konsensus, tidak terpecah-pecah, agar proses konsolidasi masyarakat sipil dapat di wujudkan.” pungkasnya.