News, Tekno  

Ketahanan Nasional Indonesia Menghadapi Cyber Warfare

Adanya konsensus internasional tentang ‘perang hibrida’ jelas tidak ada yang memahaminya, tetapi semua orang, termasuk NATO dan Uni Eropa, setuju bahwa ini adalah masalah. Langkah pertama adalah membangun pemahaman dasar tentang perang hibrida berdasarkan literatur terbaru dan adanya beberapa bukti empiris.

Hal Dasar inilah yang dimaksudkan untuk menjelaskan diantara kebingungan konseptual mengenai perang hibrida itu sendiri dan membangun bahasa umum untuk menggambarkan konsepnya Ini menggambarkan hibrid peperangan sebagai penggunaan yang disinkronkan dari beberapa instrumen kekuatan yang disesuaikan dengan kerentanan spesifik di seluruh spektrum penuh fungsi sosial untuk mencapai multiple efek.

Kebaruan relatif dari perang hibrida terletak pada kemampuan seorang aktor untuk menyinkronkan beberapa instrumen kekuatan secara bersamaan dan sengaja mengeksploitasi kreativitas, ambiguitas, non-linearitas dan elemen kognitif dari perang.

Perang hibrida – dilakukan oleh aktor negara atau non-negara – biasanya disesuaikan untuk tetap berada di bawah ambang deteksi dan respons yang jelas, dan seringkali mengandalkan kecepatan, volume, dan keberadaan teknologi digital yang menjadi ciri era informasi saat ini.

Ini menyimpulkan bahwa perang hibrida sudah lazim dan tersebar luas, digunakan oleh aktor negara dan non-negara, dan cenderung tumbuh sebagai tantangan, membenarkan upaya baru oleh negara-negara untuk memahami ancamannya hadiah.

Bagian dari proyek ini adalah bagaimana mengembangkan kerangka kerja untuk membantu negara memahami dan berpikir tentang bagaimana mencegah, mengurangi dan melawan ini ancaman.

Kerangka kerja ini kemudian dikembangkan menjadi alat visual untuk membantu pembaca memahami konsep. Kerangka ini mendapat manfaat dari serangkaian laporan terperinci pada lima studi kasus berikut: aktivitas Iran di Suriah; Penggunaan gas oleh Rusia dan instrumen pinjaman dalam konflik Ukraina; Kegiatan ISIL di Suriah dan Melawan perang hibrida

Perang hibrida bukan perang yang baru tapi menggunakan alat-alat teknologi yang canggih yaitu cyber atau Artificial Intelligence (AI) dalam peperangan hibrida. Dalam uraian tersebut terlihat jelas, perang ada 2 kategori, perang militer atau konvensional dan perang nirmiliter(modern) yang oknum nya tidak terdeteksi. Gabungan ke-2 ini yang disebut hibrida.

Contoh kasus rusia yang menggunakan hukum internasional sebagai senjatanya, cara mereka mengeksploitasi dan memanipulasi system internasional untuk membenarkan Tindakan mereka yang belum tentu legal. Namun pembengkokan ini yang memungkinkan rusia mengambil Tindakan kerangka kerja semi-hukum yang diperlukan untuk menempatkan pasukannya diwilayah krimea, Georgia serta moldova yang pada akhirnya menduduki wilayah tersebut yang diklaim rusia untuk mengamankan dan melindungi masyarakat disana.

Hal tersebut sangat berbahaya karena dapat menciptakan realitas hukum sebagai opsional saja.

Proses ini juga memperkuat perang informasi mereka dengan menarasikan narasi palsu dalam sebuah strateginya yang dilindungi dalam bingkai hukum.

Mengenal Bentuk Perang Hibrida yang Digunakan Partai Komunis Tiongkok Privasi, telah semakin menjadi masalah penting, dari TikTok hingga kebocoran baru-baru ini, terkait database masif Tiongkok dari jutaan penduduk global. Kekhawatiran meningkat bahwa data tersebut bisa menjadi alat perang hibrida.

Partai Komunis China memiliki program yang disebut sistim kredit sosial, mereka memiliki data akun bank untuk setiap orang. Dan data terbaru PKT telah memperluas databasenya hingga keluar negeri ke US,Canada, Australia. PKT Telah memiliki informasi anda dalam databasenya.

PKT menggunakan hal tersebut untuk memantau orang-orang, untuk menarget orang dan untuk mengetahui paara orang-orang yang bersebrangan dengan pemerintahan. Jadi sebagai program mereka, mereka memperluasnya hingga jauh keluar negeri dan berupaya membangunnya dinegara-negara lain seperti yang mereka lakukan dengan program OBOR/Jalur Sutra. Program ini mengekspor sistim totaliter tingkat tinggi (The Epoch Times, sekaligus pembawa acara Crossroad, Joshua Philip).

Pada tahun 2018 didalam negeri tercata kelompok pro kemerdekaan Papua menyandera 1300 warga Papua di Desa Banti dan Kimbely, Timika, Papua, yang menurut pemerintah Indonesia pada saat itu, penyanderaan dilakukan oleh OPM.

Namun OPM membantahnya, menurut OPM apa yang mereka lakukan adalah untuk melindungi warga yang ketakutan dengan hadirnya TNI – POLRI (kontra-narasi). OPM menggunakan isu pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua sebagai alasan untuk mendapatkan simpati masyarakat dan dunia internasional.

Skenario yang sama juga kembali dilakukan baru-baru ini, dimana Papua kembali bergejolak akibat isu rasisme yang terjadi di Asrama Papua Surabaya. Framing dilakukan oleh media yang beritanya viral yang diusung semangat kapitalisme, di lain pihak oknum pro kemerdekaan Papua memanfaatkan momen ini.

Masyarakat Papua yang telah tersulut amarahnya akibat disinformasi ini, akhirnya bertindak anarkis, membakar dan merusak fasilitas publik di Papua. Inilah dampak dari perang informasi, yang mula-mula menyerang psikologi manusia, dan pada akhirnya mempengaruhi tindakan manusia, ini senada dengan teori tindakan rasionalitas nilai yang pernah dikemukakan oleh Max Weber.

Dimana tindakan individu berakar pada nilai-nilai yang diyakininya. Inilah Perang jenis baru yang dapat mengancam kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Adanya kasus Papua seperti yang diuraikan diatas, maka dapat kita katakan bahwa Indonesia saat ini dalam ancaman perang hibrida, perang yang menggabungkan perang yang menggabungkan perang antara militer dan nirmiliter yang menggunakan proxy war.

Penyebaran hoax dan ketidak utuhan informasi oleh media online, dapat menyebabkan salah persepsi dan sesat dalam berfikir mengakibatkan Tindakan-tindakan negative dan outputnya bisa menjadi adanya infiltrasi pihak asing dalam merusak kedaulatan NKRI. Pertanyaanya seberapa siap Indonesia menghadapi perang hibrida dalam waktu yang akan datang?

Yuwono Setyo Widagdo, Kader Muda Partai Golkar